Harga saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk meroket hingga ke level psikologis melebihi Rp 10.000 dan mencapai kenaikan harga sepanjang masa atau all time high pada penutupan perdagangan saham akhir pekan lalu.
Saham emiten berkode BMRI ini bahkan dinobatkan sebagai saham penggerak bursa terbesar secara harian, bulanan, bahkan sepanjang tahun ini, dan menggeser peringkat PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk di jajaran emiten berkapitalisasi terbesar.
Berdasarkan data RTI pada Jumat (21/10), harga saham BMRI melonjak 4,55% atau 450 poin ke level Rp 10.350 dari level penutupan Kamis (20/10)Rp 9.900. Sehari sebelumnya, harga saham BMRI juga naik 4,49% atau 425 poin.
Secara akumulasi, harga saham bank pelat merah ini telah melonjak 47,69% sepanjang tahun ini atau year to date (YtD). BMRI juga tercatat menjadi saham dengan nilai transaksi terbesar kedua yakni, Rp 1,17 triliun atau 8,64% dari total nilai transaksi hari itu.
Pesonanya belum juga pudar. Terbukti, pada perdagangan Senin (24/10) hari ini, saham BMRI kembali dibuka naik 0,24% atau 25 poin ke level Rp 10.375.
Lalu, bagaimana prospek sahamnya di masa mendatang?
Menanggapi pergerakan saham tersebut, Senior Technical Analyst PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta Utama memperkirakan target harga saham BMRI berada di level Rp 11.000, atau masih berada di atas level harga saat ini.
"Hal ini tergantung fluktuasi pasar saham. BMRI menanti break all time high di atas Rp 10.450, di mana saat ini masih belum tertembus," ujar Nafan kepada Katadata.co.id, Senin (24/10).
Dia menambahkan, fluktuasi pasar saat ini bergantung pada faktor eksternal, salah satunya terkait dinamika kebijakan hawkish dari bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve.
Secara fundamental, lanjutnya, kinerja keuangan dan operasional Bank mandiri cukup progresif. Dari struktur pendanaan misalnya, dana murah dari tabungan dan giro akan menjadi kontributor penting pada kinerja Bank Mandiri, mengingat bank ini fokus pada digitalisasi, seperti aplikasi Livin! dan Kopra.
Selain itu, Bank Mandiri juga fokus pada ekspansi kredit, terutama kredit komersial dan konsumer. Sementara itu, entitas usahanya, PT Bank Syariah Indonesia (BSI) berfokus pada kinerja kredit di sektor Usaha, Menengah, Kecil, dan Mikro (UMKM).
Saham Perbankan Masih Berjaya?
Sebelumnya, dalam hasil riset yang terbit 5 Oktober 2022 disebutkan, saham-saham emiten perbankan berkapitalisasi besar diperkirakan masih mengalami kenaikan harga di masa mendatang. Investor direkomendasikan untuk melihat peluang, khususnya pada saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).
Analis Sektor Perbankan Mirae Asset Sekuritas, Handiman Soetoyo mempertahankan status overweight pada saham ketiga perusahaan tersebut, di tengah risiko kenaikan inflasi, kenaikan suku bunga, dan pelemahan nilai tukar rupiah.
Istilah overweight dalam bursa saham dapat diartikan sebagai kondisi saham yang diperkirakan mengalami kenaikan melebihi saham lainnya dari sektor yang sama. Menurut teorinya, imbal hasil saham berstatus overweight umumnya lebih tinggi dari imbal hasil Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam 12 bulan ke depan.
Kendati demikian, Handiman menurunkan rating BMRI dari Buy ke Trading Buy karena kondisi reli harga saham.
Risiko utama lainnya ialah sedikit penurunan kualitas aset, pertumbuhan kredit yang lebih lambat, volatilitas nilai tukar rupiah, dan inflasi yang tinggi.
Secara umum, Handiman menyebutkan, perusahaan perbankan besar harus mampu mengatasi risiko yang meningkat, dan mempertahankan status overweight, terutama kenaikan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang mengakibatkan inflasi pada September.
"Bank Indonesia (BI) diperkirakan menaikkan suku bunga menjadi 5% pada akhir tahun ini. Kami memperkirakan bank akan menaikkan suku bunga deposito secara bertahap, terutama mengingat ketidaksetaraan likuiditas dalam sektor tersebut," ujar Handiman.
Namun, lanjutnya, kenaikan biaya dana harus diimbangi sebagian dengan imbal hasil aset yang lebih tinggi dan volume yang lebih tinggi, sehingga mempertahankan pendapatan bunga bersih atau Net Interest Margin (NIM). Dia menegaskan, kualitas aset tetap menjadi perhatian utama.
Biaya kredit diyakini masih akan menurun jauh dibandingkan tahun lalu. Terlebih, OJK berpotensi memperpanjang kebijakan restrukturisasi utang.
10 Emiten Berkapitalisasi Terbesar:
Emiten Kapitalisasi Pasar Porsi Kapitalisasi Saham
1. BBCA 1.056 11,33%
2. BBRI 665 7,14%
3. BMRI 478 5,13%
4. TLKM 432 4,64%
5. ASII 266 2,86%
6. GOTO 237 2,54%
7. BYAN 237 2,54%
8. TPIA 214 2,29%
9. UNVR 202 2,17%
10. BBNI 166 1,78%