Saham-saham emiten batu bara kompak melanjutkan penurunan pada perdagangan Kamis (25/5) akibat pelemahan harga mineral hitam tersebut. Bahkan para analis memprediksi kejatuhan harga saham batu bara masih akan berlanjut hingga akhir tahun ini. Pada penutupan sesi I Kamis siang, sektor energi kembali merah dengan penurunan 1,64%.
Meski demikian investor kawakan Lo Kheng Hong masih cukup optimistis dengan saham batu bara. Sebagai investor jangka panjang, ia pun mencoba menenangkan para investor yang dananya tersangkut di saham-saham sektor tersebut.
Menurutnya, dalam berinvestasi di sektor komoditas, para investor harus memperhatikan fundamental perusahaan.
“Kita harus tetap berpegangan kepada laba dan laporan keuangan tahunan. Kalau harga batu bara turun labanya turun, kita harus tetap berpegangan kepada fundamental perusahaan,” ujar Lo Kheng Hong dalam Acara Investalk KSPM FEB UI 2023, dikutip Kamis (25/5).
Apalagi investor kawakan yang sering dijuluki Warren Buffet asal Indonesia tersebut mengatakan, kejatuhan harga saham merupakan kesempatan untuk mengoleksi saham-saham berkualitas. Alias ada kesempatan untuk bisa membeli Mercy harga Bajaj.
Namun untuk menemukan saham yang dimaksud, investor disarankan Lo Kheng Hong harus jeli melihat price to earning ratio atau PER dan juga price to book value atau PBV yang rendah.
Lo Kheng Hong memang terkenal dengan strategi investasinya, di mana dirinya aktif mencari saham-saham yang bervaluasi murah sehingga berpotensi meraup keuntungan yang luar biasa dari saham tersebut.
Hal itu sesuai dengan strategi value investing yang dianut Warren Buffet yang notabene merupakan investor legendaris dunia. Strategi value investing adalah memilih saham dengan valuasi terdiskon tetapi fundamental solid.
Kembali ke saham batu bara, Lo Kheng Hong mengatakan bahwa kenaikan dan penurunan harga batu bara memang menjadi salah satu penentu terbesar pada naik dan turunnya laba perusahaan komoditas.
Menanggapi harga batu bara yang kian menurun, ia pun berharap harga akan bertahan dan tidak akan turun lagi.
“Hari esok itu misteri tidak ada seorang pun yang tahu tahun ini lebih rendah. Tapi kita semua bisa bertahan sekarang karena bisa bertahan saja labanya sudah lumayan besar,” kata Lo Kheng Hong.
Lo Kheng Hong juga tercatat merupakan pemegang saham dari beberapa emiten batu bara, antara lain PT ABM Investama Tbk (ABMM) dan PT Indika Energy Tbk (INDY).
Pria pemilik jargon menjadi kaya sambil tidur ini mengaku paling menyukai saham berbasis komoditas. Komoditas yang dia maksud adalah perusahaan tambang batubara. Sebab, perusahaan di sektor ini masih memiliki valuasi yang murah, dengan rata-rata PE hanya 1 kali. Sedangkan emiten berbasis nikel dan emas dinilainya sudah mahal valuasinya.
Berdasarkan informasi dari situs resmi perseroan, Lo Kheng Hong memiliki sebanyak 114,2 juta saham ABMM atau setara 4,1% kepemilikan. Sedangkan untuk INDY, pada sebuah podcast, Lo Kheng Hong menyebut pada 2016, ia pernah menjadi pemegang saham terbesar nomor empat di Indika Energy.
“Jadi ketika harga sahamnya jatuh ke Rp 100-an, Rp 110, saya membeli. Ketika harganya Rp 110 itu, nilai buku per sahamnya Rp 1.600. Ini juga Mercy harga Bajaj, jadi saya membeli. Jadi pemegang saham nomor empat terbesar di Indika Energy,” ujarnya kala itu.
Lo Kheng Hong menambahkan, setelah dua tahun memegang saham Indika, akhirnya dia menjualnya di kisaran harga Rp 4.000. “Dan setelah dua tahun kemudian, harga batu bara yang US$ 50 menjadi US$ 100 dan harga saham itu naik menjadi Rp 4.500 dan saya menjualnya di harga Rp 4.000 dan untung 4.000% dalam dua tahun,” kata ia.
Sebagai informasi, harga batu bara kini menyentuh level terendahnya sejak pertengahan awal Desember 2021. Harga batu bara di ICE Newcastle Australia untuk pengiriman bulan ini turun US$ 5,9 atau 3,6% menjadi US$ 159,3 per ton. Sementara untuk pengiriman Juni 2023 turun US$ 10,7 atau 6,5% menjadi US$ 154 per ton.
Anjloknya harga batu bara antara lain didorong oleh kondisi melimpahnya pasokan, setelah India yang merupakan salah satu produsen batu bara terbesar dunia, mencatatkan kenaikan produksi 8,8% menjadi 73,1 juta ton pada April 2023.
Sebelumnya, Analis Henan Putihrai Sekuritas Ezaridho Ibnutama mengatakan, saham komoditas saat ini tidak menarik untuk dikoleksi. Selain faktor harga batu bara yang cenderung turun, besaran dividen final dari laba bersih tahun lalu juga dinilai kurang menarik.
“Selain itu IDX Energy mengalami koreksi dari all time high pada tahun lalu,” ujar Ezar kepada Katadata.co.id, Rabu (24/5).
Ezar pun merekomendasikan bagi para investor yang sudah mengoleksi saham batu bara untuk mengambil posisi tahan. Sebab harga batu bara diprediksi akan naik pada akhir tahun ini. “Sekitar Oktober-November bisa naik karena ada winter season demand,” ujar Ezar.