Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendukung upaya pemerintah dalam penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan penyelenggaraan serta pengawasan bursa karbon sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). Hal itu seiring dengan pesatnya perkembangan perdagangan karbon di dunia dan besarnya potensi yang dimiliki oleh Indonesia.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi mengatakan, saat ini OJK sedang memfinalisasi Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) yang akan menjadi aturan pendukung dalam penyelenggaraan perdagangan karbon melalui bursa karbon. Sebelumnya, RPOJK tersebut telah dikonsultasikan bersama Komisi XI DPR.

”Hal ini tentunya menjadi penyemangat dan meningkatkan rasa optimis untuk dapat menyelenggarakan perdagangan perdana unit karbon di bursa karbon pada bulan September mendatang sesuai dengan arahan dari bapak Presiden RI,” kata Inarno dalam sambutannya pada seminar nasional dengan tema “Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca dan Peluang Perdagangan Bursa Karbon di Indonesia” yang diselenggarakan di Surabaya, Senin (31/7).

Menurutnya, pemerintah memiliki target menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 31,89% dengan usaha sendiri dan sebesar 43,2% dengan bantuan partisipasi internasional pada 2030 sesuai dokumen Enhanced NDC 2022. Untuk itu, diperlukannya dukungan berbagai sektor dalam rangka upaya menurunkan GRK termasuk sektor industri jasa keuangan.

Indonesia dikatakannya memiliki peluang yang sangat besar dalam perdagangan karbon, salah satunya adalah pada subsektor pembangkit tenaga listrik yang Indonesia mempunyai 99 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara untuk dapat mengikuti perdagangan karbon tahun ini.

”Jumlah ini setara dengan 86% dari total PLTU batu bara yang beroperasi di Indonesia,” kata Inarno.

Adapun PLTU yang ikut dalam perdagangan karbon adalah PLTU di atas 100 megawatt (MW) dan 2024 di atas 50 MW. Kemudian pada 2025 diharapkan seluruh PLTU dan PLTG akan masuk pasar karbon.

Selain dari subsektor pembangkit, perdagangan karbon di Indonesia juga akan diramaikan oleh sektor lain yang akan bertransaksi di bursa karbon seperti sektor kehutanan, perkebunan, migas, industri umum, dan lain sebagainya.

Untuk mendukung peluang itu, OJK juga akan terus memastikan perangkat infrastruktur tidak hanya fit, tetapi juga lengkap mulai dari infrastruktur primer, sekunder dan pasar. Sehingga dapat menopang beroperasinya bursa karbon, serta mekanisme pengawasan yang sesuai untuk pasar karbon. Hal itu agar selaras dengan target nasional yang ditetapkan dalam nationally determined  contribution.

Seminar nasional ini merupakan sinergi dan kolaborasi OJK bersama beberapa kementerian dan lembaga terkait yang ditujukan untuk meningkatkan pemahaman pemangku kepentingan dalam hal penyelenggaraan Bursa Karbon secara komprehensif.

Kegiatan seminar dimaksud juga akan dilaksanakan di empat kota lainnya yaitu Balikpapan, Makassar, Medan, dan Jambi.

Diharapkan dengan adanya seminar di kota besar seluruh Indonesia dapat membantu masyarakat umum dan pemangku kepentingan dapat memahami peranan dari setiap lembaga yang terlibat dalam ekosistem perdagangan karbon. Dalam hal ini termasuk peranan regulator, pengembang proyek, konsultan, lembaga akreditasi, lembaga validasi atau verifikasi, akademisi, dan juga pihak lainnya.

“Sehingga bursa karbon Indonesia dapat menjadi bursa karbon yang terpercaya, terbesar dan berkontribusi bukan hanya untuk kepentingan nasional, tetapi juga kontribusi terhadap program pengurangan emisi GRK secara global,” ucap Inarno.