Peran Decentralized exchange (DEX) dan centralized exchange (CEX) dalam dunia kripto telah berlangsung dalam beberapa tahun terakhir. Keduanya pun memiliki peran penting di industri ini.
Dikutip dari Pintu Academy, Ada dua jenis platform pertukaran. Bursa pertukaran terpusat atau CEX adalah platform di mana mereka bertindak sebagai perantara untuk memfasilitasi transaksi antarpihak.
Sedangkan DEX adalah platform pertukaran aset crypto secara langsung tanpa perantara pihak ketiga. DEX beroperasi di atas blockchain dan menggunakan smart contracts untuk penyelesaian transaksi secara otomatis. Pengguna dapat menukar aset crypto secara langsung melalui dompet kripto yang berinteraksi dengan smart contracts DEX, memberikan kendali penuh atas asetnya.
Ada dua jenis DEX yang tersedia saat ini yakni DEX dengan mekanisme order book dan Automated Market Maker (AMM). AMM merupakan mekanisme DEX yang paling banyak digunakan saat ini. DEX memiliki kelebihan seperti kontrol aset penuh, transparansi, kenyamanan privasi, akses global, dan aktivitas yang dapat mengoptimalkan dana pengguna.
Pendiri dan CEO PINTU Jeth Soetoyo mengungkapkan, bicara tentang penggunaan DEX dan CEX pada akhirnya merupakan sebuah spektrum. Seperti halnya masyarakat membutuhkan bank dan dompet fisik untuk menyimpan uang, beberapa orang lebih memilih untuk menyimpan kripto di DEX, sementara yang lain lebih memilih di CEX, tergantung pada kebutuhan masing-masing individu.
“Meskipun saya setuju bahwa industri kripto bergerak menuju Web3 dan decentralized finance , namun mengelola kunci dan wallet secara mandiri bukanlah konsep yang mudah bagi banyak orang. Oleh karenanya, saya percaya bahwa DEX maupun CEX bisa berjalan berdampingan,” katanya dalam keterangan resmi dikutip Minggu (27/8).
Melihat lebih jauh mengenai perbandingan dari sisi volume perdagangan antara DEX dengan CEX, merujuk laporan dari Coinmarketcap, pada semester satu 2023 total volume perdagangan CEX mencapai US$ 1,67 triliun. Nilai itu mengungguli DEX yang berkontribusi sebesar US$ 189 miliar.
Jeth menjelaskan, besarnya volume perdagangan DEX dan CEX tidak lepas dari tiga faktor berikut:
- Kemudahan dalam berinvestasi pada aset global seperti kripto yang menarik bagi banyak orang dan lahirnya DEX dan CEX yang memberikan kemudahan investasi dan menyimpan aset.
- Profil risiko dari pengguna di Asia khususnya Indonesia yang menyukai produk keuangan high risk high return.
- Peran regulator atas rumusan regulasi yang ramah bagi ekosistem kripto khususnya di Indonesia. Dalam setahun terakhir, regulasi kripto di Asia Tenggara lebih dinamis dibandingkan dengan negara barat.
“Kami sangat mengapresiasi peran aktif pemerintah dalam mendukung kemajuan industri kripto,” ujar Jeth.
Beberapa waktu lalu, pemerintah yaitu Kementerian Perdagangan resmi meluncurkan bursa kripto melalui keputusan Kepala Bappebti Nomor 01/BAPPEBTI/SP-BBAK/07/2023. Adapun PT Bursa Komoditi Nusantara atau Commodity Future Exchange (CFX) terpilih menjadi pengelola bursa aset kripto Indonesia.
“Kami mendukung penuh pendirian Bursa Kripto Nusantara (BKN) yang diharapkan dapat semakin memperkuat daya saing dan penetrasi aset kripto di Indonesia,” ucapnya.
Menurut pengamatannya, dari sisi regulasi saat ini Indonesia sedang bertransisi dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kerangka yang digunakan adalah untuk memisahkan peran dari sebuah bursa, kliring, penyimpanan aset, dan pialang agar terdapat akuntabilitas dari berbagai peserta untuk bagian bisnis yang berbeda.
“Tentu dengan lebih jelasnya aturan mengenai industri kripto diharapkan dapat mendorong peningkatan penetrasi investasi kripto di Indonesia, serta memberikan keamanan penuh bagi investor dan juga para pelaku di industri,” kata Jeth.