Ekonomi Cina Melemah, 5 Saham Berikut Jadi Rekomendasi di Pekan Ini
Para pelaku saham diimbau untuk memperhatikan tiga sentimen yang bakal menjadi katalis Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pekan ini. Tiga sentimen tersebut adalah inflasi Amerika, produksi industri Cina dan neraca perdagangan Indonesia.
Inflasi Amerika Serikat pada Juli yang berada di level 3,2% secara tahunan yang masih jauh dari target 2%, akan sangat berpengaruh terhadap kebijakan suku bunga The Fed yang akan ditentukan pada 21 September mendatang.
Terkait produksi industri Cina, dalam empat bulan terakhir trennya cenderung menurun secara bulanan yang disebabkan kenaikan aktivitas manufaktur yang lebih lambat. Ini mendukung data bahwa ekonomi Cina memang sedang melambat dan tidak hanya terjadi pada sektor propertinya.
“Menariknya meski ekonomi Cina sedang melambat, dari dalam negeri neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus dalam 39 bulan terakhir. Indonesia diprediksi masih akan mencatatkan surplus yang disebabkan peningkatan ekspor komoditas seperti nikel seiring harga komoditas global yang masih tinggi,” kata Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT) Dimas Krisna Ramadhani dalam keterangan resmi, Senin (11/9).
Berkaca pada data-data ekonomi dan sejumlah sentimen tersebut, Dimas merekomendasikan lima saham yang bisa diperdagangkan pada minggu ini hingga 15 September 2023 yakni:
- Buy on Pullback PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dengan support 8.900 dan resistance 10.000.
- Buy on Pullback PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dengan support 89 dan resistance 108.
- Buy on Pullback PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) dengan support 1.310 dan resistance 1.790.
- Buy on Pullback PT PP Tbk (PTPP) dengan support 630 dan resistance 825.
- Buy PT Trans Power Marine Tbk (TPMA) dengan support 555 dan resistance 700.
Pekan lalu, IHSG ditutup di level 6.925 atau melemah tipis 0,75%. Dimas menyebutkan ada tiga sentimen pada minggu lalu yakni neraca dagang Cina, pemangkasan produksi oleh OPEC+ dan indeks FTSE low carbon.
Terkait neraca dagang Cina, data neraca mitra dagang terbesar Indonesia itu mencatatkan surplus sebesar US$ 68,36 miliar.
"Namun perlu dicatat surplus neraca perdagangan yang terjadi di Cina untuk Agustus ini merupakan surplus terkecil dalam tiga bulan terakhir sejak Mei yang disebabkan oleh penurunan ekspor yang lebih dalam dibanding impor. Hal itu dipicu oleh lemahnya permintaan dari dalam negeri maupun mitra dagang luar negeri Cina," jelasnya.
Ia menambahkan hal ini tidak terlepas dari kondisi ekonomi Cina yang saat ini sedang slowing down yang salah satunya disebabkan oleh melambatnya sektor properti yang menyumbang 20%-30% GDP Cina. Di mana Evergrande dan Country Garden mengajukan perlindungan kebangkrutan dan gagal bayar kupon obligasi.
Sentimen kedua yakni pemangkasan produksi oleh OPEC+. Di mana Arab saudi memangkas 1 juta barel per hari, Russia 300 ribu barel per hari hingga akhir tahun dan membuat harga minyak berjangka WTI naik dan sempat diperdagangkan di harga US$ 87 per barel yang merupakan level tertinggi sejak November.
"Saham energi seperti MEDC dan AKRA naik signifikan dan memicu komoditas substitusi juga ikut naik seperti batu bara naik 1% sepanjang minggu lalu, seperti ADRO naik 7% sepanjang minggu lalu,” katanya.
Sementara itu terkait Indeks FTSE low carbon, ujar Dimas, dampak ke GOTO karena masuknya GOTO ke indeks ESG global berarti sudah diakui dan lolos seleksi dari semua kriteria yang ada. Ini suatu hal yang positif karena GOTO memiliki eksposur yang semakin luas secara global.
Adapun sektor yang menjadi top gainers pada minggu lalu yakni sektor basic materials yang tertopang emiten AMMN yang naik 17% dan sektor transport & logistic tertopang emiten GIAA yang naik signifikan 12%.
Sementara itu sektor yang menjadi top losers pada minggu lalu yakni sektor properties & real estate, karena bayang-bayang kenaikan suku bunga The Fed dan sentimen negatif sektor properti Cina.