Era Suku Bunga Tinggi Belum Usai, Manulife Jagokan Pasar Obligasi

Unsplash
Ilustrasi pasar obligasi
27/5/2024, 17.41 WIB

PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) mencermati pasar obligasi masih menarik di tengah belum berakhirnya era suku bunga tinggi. Pasalnya, The Federal Reserve masih perlu waktu lama untuk menurunkan suku bunga karena inflasi di Amerika masih cukup tinggi. 

Di tengah situasi tersebut, Portfolio Manager Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Laras Febriany menilai kondisi itu membuat pasar saham, obligasi, dan mata uang menjadi lebih berubah-ubah, baik secara global, di Asia, maupun di Indonesia.

Laras juga mengingatkan bahwa dalam waktu dekat, fluktuasi masih mungkin terjadi karena ketidakpastian mengenai kebijakan suku bunga yang akan diambil oleh The Fed. “Yang kemudian mendorong pasar untuk menyesuaikan kembali ekspektasinya terkait suku bunga,” tulis Laras dalam risetnya, dikutip Senin (27/5). 

Namun, kata dia, perlu dicermati dalam jangka pendek volatilitas masih dapat terjadi karena faktor ketidakpastian suku bunga The Fed. "Oleh karena itu, kami selalu mengelola portofolio secara aktif, bergerak dinamis antara defensif dan agresif untuk membentuk portofolio yang optimal," katanya.

Strategi portofolio akan disesuaikan berdasarkan tinjauan makroekonomi terkini serta fokus pada manajemen durasi, kas dan pemilihan efek untuk membentuk portofolio yang dapat bergerak dengan lincah.

Sebelumnya, Ketua The Fed Jerome Powell memberi sinyal belum akan melakukan penurunan suku bunga secepat yang diharapkan pasar. Tapi, kemungkinan kembali menaikkan suku bunga lebih lanjut sangat kecil. 

Di samping itu, IMF juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi global tahun ini sebesar 3,2%. Pertumbuhan ini didorong terutama oleh negara-negara berkembang yang diproyeksikan tumbuh sebesar 4,2%, diikuti oleh negara-negara maju yang tumbuh sebesar 1,7%. 

Semua proyeksi ini lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya yang dirilis pada Januari sehingga kekhawatiran tentang resesi sepertinya sudah tidak relevan di pasar. Meskipun inflasi global sudah stabil, bank sentral dunia belum merespons dengan menurunkan suku bunga, karena pelaku pasar menanti keputusan dari The Fed. 

MAMI juga mencatat, pasar mengapresiasi keputusan Bank Indonesia. Terlihat dari nilai tukar rupiah yang membaik dan stabil di sekitar 16.000, imbal hasil SBN 10 tahun yang turun dari puncaknya di 7,25% menjadi 7%, serta kembalinya investor asing ke pasar obligasi pada bulan Mei. 

Namun, ia menjelaskan bahwa proyeksi kebijakan BI tergantung pada kondisi pasar global yang dapat mempengaruhi stabilitas Rupiah. Ia menilai apabila data ekonomi dan inflasi AS menurun, hal ini bisa mengurangi tekanan penguatan Dolar AS sehingga BI tidak perlu menaikkan suku bunga. 

Selain tekanan pada Rupiah, Ia menilai tidak ada faktor lainnya yang dapat mendorong BI untuk menaikkan suku bunga, terutama karena inflasi domestik masih terkendali. Saat ini, pasar masih memprediksi terjadi kemungkinan Fed Funds Rate dapat turun satu hingga dua kali.

“Sehingga kami memperkirakan BI Rate dapat berada di kisaran 5,75% - 6,25% di akhir tahun,” pungkasnya.

 
Reporter: Nur Hana Putri Nabila