Schroders Investment Management Indonesia meminta transparansi kebijakan mekanisme Papan Pemantauan Khusus (PPK) Full Call Auction (FCA) yang diterapkan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI). Chief Investment Officer Schroders Indonesia, Irwanti mengatakan diperlukan informasi yang lebih jelas mengenai alasan sebuah saham masuk atau keluar dari Full Call Auction.
Menurut Irawati lebih dari 800 saham yang terdaftar di IHSG, sekitar 220 saham masuk dalam papan dalam FCA. Jumlah ini setara dengan 25% dari total saham yang diperdagangkan.
“Yang kami tekankan transparansi FCA ini harus diperbaiki, kapan masuk atau keluar, jangan seperti misteri karena menyangkut banyak number of stock,” kata Irwanti dalam Market Outlook & Business Update, di Kantor Schroders, Jakarta, Senin (8/7).
Full Call Auction (FCA) merupakan mekanisme perdagangan saham saat semua permintaan beli dan jual dikumpulkan selama periode waktu tertentu dan dieksekusi dalam periode tertentu. Harga yang digunakan kemudian ditentukan berdasarkan keseimbangan antara nilai permintaan dan penawaran.
Di sisi lain Irwanti mengakui ada sisi positif dari implementasi FCA. Ia menilai FCA bakal memberikan likuiditas terhadap saham yang harganya tidak bisa turun di bawah Rp 50 per saham.
Sebelum penerapan FCA, saham yang harganya sudah mencapai Rp 50 per saham tidak diperdagangkan karena tidak ada yang mau membeli atau menjual. Padahal menurut dia sebenarnya ada pihak yang ingin menjual di bawah Rp 50 per saham.
Irwanti pun menjelaskan terdapat dampak negatif penerapan FCA. Mekanisme ini menurut dia menghilangkan likuiditas pada saham-saham yang harganya jauh di atas Rp 50 per saham.
“Jadi, misalnya karena ada FCA orang jadi nggak bisa jual. Walaupun ada harga mahal orang enggak bisa jual, jualnya hanya di jam-jam tertentu,” ujar Irwanti.
Polemik Mekanisme FCA
Sebelumnya, Penerapan mekanisme perdagangan oleh Bursa Efek Indonesia atau BEI belakangan mengundang polemik di kalangan publik, khususnya pelaku pasar. Kebijakan lelang berkala secara penuh atau full call auction (FCA) di Papan Pemantauan Khusus mengundang pro dan kontra.
Ketentuan FCA mulai diterapkan pada 25 Maret 2024. Pada saat itu sudah ada beberapa saham yang masuk dalam Papan Pemantauan Khusus (PPK) dan dikenai ketentuan FCA. Namun, aturan ini mulai menuai perdebatan ketika saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) masuk ke dalam PPK pada 29 Mei 2024.
Sebelum masuk ke dalam PPK, BEI telah menyebut saham BREN masuk unusual market activity (UMA) dan dihentikan sementara perdagangan sahamnya (suspend). Saat itu terjadi kenaikan harga saham yang luar biasa sejak initial public offering (IPO) pada 9 Oktober 2023. BREN bahkan beberapa kali menduduki posisi puncak saham dengan kapitalisasi pasar terbesar di BEI, melampaui PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).
Saham yang terkena aturan FCA ini hanya bisa dilelang di pasar negosiasi beberapa kali dalam sehari. Hal ini membuat investor kesulitan melihat harga acuan karena tidak jelas harga permintaan (bid) dan penawaran (offer).
Beberapa kelompok investor meluncurkan petisi di Change.org untuk memprotes kebijakan PPK dan FCA. Petisi ini sudah ditandatangani oleh lebih dari 15.000 orang. Mereka menilai kebijakan tersebut membuat investor bertransaksi di dalam gelap karena tidak adanya informasi bid dan offer.
Menanggapi hal ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai kebijakan FCA di papan pemantauan khusus BEI mendapat respons negatif dari investor pasar modal karena kurang sosialisasi. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi menyebut FCA di papan pemantauan khusus dibuat agar para investor dapat terlindungi.