Harga Nikel Naik Awal 2024, Ini rekomendasi Analis untuk Saham ANTM dan INCO

ANTARA FOTO/REUTERS/Yusuf Ahmad
Seorang pekerja memperlihatkan bijih nikel di smelter feronikel yang dimiliki oleh perusahaan tambang negara Aneka Tambang Tbk di distrik Pomala, Indonesia, 30 Maret 2011.
13/8/2024, 13.38 WIB

Mirae Asset Indonesia mengungkapkan harga nikel naik imbas peristwa geopolitik pada Semester I 2024. Hal itu turut mempengaruhi saham PT Aneka Tambang (ANTM) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO). 

Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rizkia Darmawan menjelaskan harga nikel tetap lebih tinggi dari perkiraan awal meskipun pasar kelebihan pasokan karena kenaikan produksi dari Indonesia, perlambatan ekonomi global, dan penurunan permintaan dari Cina.

Darmawan mengatakan, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti penundaan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) di Indonesia, ketegangan geopolitik di Timur Tengah, larangan LME terhadap nikel Rusia, dan ketegangan domestik di Kaledonia Baru. Kondisi tersebut mendorong harga nikel mencapai puncaknya di US$ 21.000/ton pada minggu ketiga bulan Mei.

 “Meskipun harga melebihi kisaran awal kami, harga rata-rata nikel untuk Semester I 2024 masih lebih rendah 28% YoY, yaitu US$ 17.524/ton,” tulis Darmawan dalam risetnya dikutip Selasa (13/8). 

Selain itu, Darmawan menjelaskan, situasi industri ini tercermin dalam kinerja perusahaan-perusahaan cakupan Mirae Asset yang mengalami penurunan harga jual rata-rata (ASP), sehingga laba emiten tersebut lebih lemah dibandingkan tahun lalu. 

Darmawan mencontohkan pendapatan PT Aneka Tambang (ANTM) lebih didorong oleh segmen emas, berkat kenaikan harga emas dan meningkatnya permintaan emas batangan. Sementara pendapatan PT Vale Indonesia Tbk (INCO), sebagai produsen nikel murni, berfokus pada pengelolaan biaya untuk mengurangi penurunan pendapatan lebih lanjut. Namun pendapatan INCO tetap turun dari tahun ke tahun (yoy) akibat turunnya harga nikel.

 “Estimasi konsensus secara keseluruhan menurunkan proyeksi pendapatan untuk kedua perusahaan ini,” ucapnya.

 Proyeksi Semester II 2024

Selain itu, Darmawan menyebut harga nikel kemungkinan akan bergerak datar atau sideways. Namun, eskalasi perang dagang antara AS dan Tiongkok bisa menjadi faktor yang tidak terduga.

Menurutnya, kenaikan tarif pada barang-barang dari Cina dan pajak yang lebih tinggi pada mineral penting dapat mengganggu pasar nikel. 

 Ia menyebut gangguan ini bisa terjadi karena berkurangnya permintaan dari AS terhadap barang-barang China. Pada gilirannya hal itu memperlambat aktivitas manufaktur di sektor kendaraan listrik dan baja tahan karat, sehingga mengurangi permintaan nikel.

 “Karena Cina saat ini menyerap sebagian besar produksi nikel olahan Indonesia, situasi ini juga dapat menghambat produksi nikel Indonesia,” tambahnya.

 Lebih lanjut, Darmawan menyampaikan kondisi kelebihan pasokan nikel juga disebabkan oleh berbagai hal. Misalnya disebabkan oleh lemahnya data ekonomi dari Cina baru-baru ini dan ekspektasi pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat pada paruh kedua tahun 2024.

Tak hanya itu, ia mengatakan, produksi nikel yang tinggi dari Indonesia terus berlanjut dan memperkuat kondisi kelebihan pasokan. Dengan demikian, dia memperkirakan harga nikel akan bergerak mendatar (sideways) dan berada di kisaran US$ 16.500-16.750 per ton pada paruh kedua tahun 2024.

 Rekomendasi Saham Nikel Indonesia

Dengan demikian, Mirae Asset sekuritas memberikan rekomendasi Netral untuk sektor nikel di Indonesia. Darmawan menjelaskan bahwa secara keseluruhan, hal itu disebabkan karena potensi kenaikan harga nikel yang terbatas akibat kelebihan pasokan yang masih berlanjut di tengah tingginya produksi nikel dari Indonesia dan pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat di China.

Adapun rekomendasi terbaru untuk PT Aneka Tambang (ANTM) adalah trading buy, dengan target harga (TP) Rp 1.480 per saham. Penilaian ini didasarkan pada kelipatan 8,3x EV/EBITDA, yang berada di bawah rata-rata historis 5 tahun EV/EBITDA ANTM sebesar 0,5 standar deviasi (SD). 

Sementara itu, untuk PT Vale Indonesia Tbk (INCO) juga trading buy, dengan target harga Rp 4.240 per saham, yang dihitung dari kelipatan 6,5x EV/EBITDA, juga di bawah rata-rata 5 tahun EV/EBITDA INCO sebesar 0,5 SD. Meskipun saham-saham bergerak fluktuatif pada hari Senin (12/8), mereka berhasil mempertahankan momentum dari akhir pekan sebelumnya, saat investor bersiap untuk rilis data inflasi.





Reporter: Nur Hana Putri Nabila