Kinerja keuangan tiga emiten sektor teknologi masih bukukan rugi hingga semester pertama 2024. Di antaranya PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO), PT Bukalapak.com Tbk (BUKA), dan PT Global Digital Niaga Tbk (BELI). Lalu bagaimana proyeksi saham dan kinerjanya pada semester kedua 2024?
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta mengatakan bahwa sektor teknologi saat ini mulai mengalami apresiasi, terlihat dari kenaikan indeks sektor Teknologi. Hal ini berkaitan dengan sentimen positif atau euforia dari kebijakan defense pivot policy atau arah kebijakan di bulan September.
Di samping itu, berdasarkan analisis teknikal, Nafan mengatakan apabila dilihat secara global, terutama di Amerika Serikat, sektor teknologi menunjukkan kinerja yang baik dan berada dalam tren bullish atau naik. Berbeda dengan perusahaan teknologi di Indonesia, seperti GOTO, BUKA, dan BELI yang saat ini berada dalam tren bearish dan kurang likuid.
Nafan menilai kinerja saham tersebut masih perlu ditingkatkan, terutama dalam hal nilai transaksi dan pertumbuhan untuk mengurangi kerugian bersih. Ia berharap bahwa ke depannya, perusahaan-perusahaan tersebut bisa menjadi lebih menguntungkan, meskipun akan memerlukan waktu. Dengan demikian, Nafan menyebut saham GOTO, BUKA, dan BELI sebagai not rated.
“Untuk sementara ini, wait and see untuk semester II memang kira-kira juga masih belum mencapai profitability,” kata Nafan kepada Katadata.co.id, dikutip Jumat (13/4).
Kinerja Tiga Emiten Teknologi di Semester I 2024
1. PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO)
PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) mencatatkan penurunan kerugian sebesar 62,3% pada semester pertama 2024. Melansir dari laporan keuangan perusahaan, rugi yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk turun menjadi Rp 2,69 triliun dibandingkan dengan semester pertama 2023 yang mencapai Rp 7,16 triliun.
GOTO mencatatkan nilai transaksi bruto atau gross transaction value (GTV) inti grup yang mengecualikan merchant payment gateway, tumbuh 54% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya mencapai Rp 63,2 triliun. Sementara itu, GTV Grup pada kuartal ini tumbuh 26% mencapai Rp 121,5 triliun.
Pendapatan tumbuh 39% secara tahunan mencapai Rp 4,3 triliun. Rugi EBITDA Grup yang disesuaikan membaik sebesar 95% secara tahunan dan 53% dibandingkan kuartal sebelumnya (QoQ) mencapai Rp 48 miliar.
2. PT Bukalapak.com Tbk (BUKA)
Presiden PT Bukalapak.com Tbk (BUKA), Teddy Oetomo, mengungkapkan alasan kinerja perusahaannya lesu dan masih membukukan rugi hingga semester I 2024.
Berdasarkan laporan keuangannya yang dikutip Selasa (6/8), hingga semester I 2024 Bukalapak membukukan rugi periode berjalan yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 751,90 miliar. Rugi tersebut membengkak 93,2% secara year on year (yoy) dari periode rugi tahun lalu Rp 389,27 miliar. Teddy menyatakan perusahaan mengalami penurunan di segmen konsumen mass market pada kuartal kedua. Meski demikian, ia menegaskan bahwa model bisnis perusahaan tetap solid.
"Perusahaan terus berinvestasi pada peluang pertumbuhan yang diharapkan dapat memperbesar skala bisnis Bukalapak, dan mendorong pendapatan serta margin di tahun-tahun mendatang,” ucap Teddy dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (6/8).
Seiring dengan ruginya Bukalapak, pendapatan bersihnya justru meningkat 10,6% menjadi Rp 2,41 triliun pada semester I 2024. Akan tetapi, perusahaan masih mengalami akumulasi defisit sebesar Rp 9,46 triliun pada semester I 2024.
3. PT Global Digital Niaga Tbk (BELI)
PT Global Digital Niaga Tbk. (BELI) atau Blibli mencatatkan penurunan rugi tahun berjalan sebesar 32,9% pada semester pertama tahun 2024 menjadi Rp 1,18 triliun, dibandingkan periode yang sama di tahun 2023 yang mencapai Rp 1,76 triliun.
Berdasarkan laporan keuangannya, penurunan kerugian ini disebabkan oleh kenaikan pendapatan bersih BELI sebesar 1% per Juni 2024 menjadi Rp 7,85 triliun secara tahunan, dibandingkan Rp 7,77 triliun di tahun 2023.
Meskipun pendapatan meningkat, beban pokok pendapatan justru turun 3% per Juni 2024, menjadi Rp 6,3 triliun dibandingkan Juni 2023 yang sebesar Rp 6,5 triliun.