Bursa Efek Indonesia (BEI) mengungkap alasan soal keputusan suspensi saham PT Waskita Karya Tbk (WSKT) yang hingga saat ini belum dicabut.
Direktur Utama BEI, Iman Rachman, mengungkapkan, emiten konstruksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut masih menghadapi sejumlah masalah yang belum terselesaikan. Termasuk gagal bayar dan beban utang yang masih menekan perusahaan. Kondisi tersebut menjadi salah satu faktor utama yang membuat BEI belum dapat membuka kembali perdagangan saham Waskita Karya.
"Kami belum buka [suspensi] karena belum semuanya selesai, masih ada beberapa investor yang belum terima mengenai restrukturisasinya, jadi kami belum bisa buka," kata Iman di pressroom Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (17/10).
Meskipun demikian, Iman Rachman tetap memberikan apresiasi terhadap upaya yang telah dilakukan Waskita Karya untuk memulihkan kondisi keuangannya. Salah satu langkah positif yang diambil adalah penandatanganan restrukturisasi utang dengan sejumlah kreditur, yang baru-baru ini berhasil diselesaikan.
Saat ini, saham WSKT masih dalam status suspensi selama lebih dari setahun. Sebelum disuspensi, saham Waskita Karya tercatat berada di level Rp202 per lembar, dengan total kapitalisasi pasar mencapai Rp5,82 triliun.
BEI pertama kali memberlakukan suspensi pada saham WSKT pada pertengahan Mei 2023, setelah perusahaan mengalami gagal bayar terkait tagihan bunga beberapa surat utangnya. Masalah ini menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan saham Waskita Karya dibekukan di bursa.
BEI akhirnya memberikan notasi khusus terhadap saham WSKT. Notasi “M” sebab adanya permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Kemudian notasi “X” yakni perusahaan tercatat memenuhi kriteria efek bersifat ekuitas dalam papan pemantauan khusus.
Tak hanya itu, WSKT juga masuk papan pemantauan khusus kriteria nomor 7 sebab memiliki likuiditas rendah dengan kriteria nilai transaksi rata-rata harian saham kurang dari Rp 5 juta. Kemudian volume transaksi rata-rata harian saham kurang dari 10 ribu saham selama enam bulan terakhir di pasar reguler.
Upaya penyehatan keuangan WSKT masih menghadapi berbagai tantangan, terutama karena perusahaan terus gagal mencapai kesepakatan terkait pembayaran bunga Obligasi Berkelanjutan III Waskita Karya Tahap IV Tahun 2019 Seri B sebesar Rp 1,36 triliun.
Di sisi lain, Waskita baru-baru ini berhasil menuntaskan proses restrukturisasi utang dengan para kreditur melalui penandatanganan Master Restructuring Agreement (MRA) senilai Rp 26,3 triliun. Kesepakatan ini memberikan keringanan berupa penurunan suku bunga dari 5% menjadi 3,5% dengan tenor selama 10 tahun.
Di samping itu rugi bersih Waskita Karya membengkak pada akhir kuartal III 2024. Berdasarkan laporan keuangannya, rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik perusahaan mencapai Rp 3 triliun hingga kuartal III 2024, naik 5,93% dibandingkan rugi bersih sebesar Rp 2,83 triliun pada kuartal III 2023.
Membengkaknya rugi bersih ini dipengaruhi oleh penurunan pendapatan usaha WSKT, yang tercatat sebesar Rp 6,78 triliun pada periode Januari-September 2024. Angka tersebut turun 13,22% secara tahunan (yoy) dari Rp7 ,81 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.