Bos BEI Ungkap Penyebab IHSG Melemah dalam Sepekan Terakhir
Bursa Efek Indonesia (BEI) merespons Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menunjukkan tren pelemahan dalam sepekan terakhir. Berdasarkan RTI Business, IHSG tercatat melemah 1,85% dalam sepekan.
Direktur Utama BEI, Iman Rachman, mengatakan pergerakan IHSG dipengaruhi oleh berbagai aspek, termasuk kondisi ekonomi domestik dan global. Ia menyebut faktor eksternal seperti ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) di Amerika Serikat (AS) turut mempengaruhi arah IHSG.
“Kondisi perusahaan juga mempengaruhi,” kata Iman dalam Capital Market Journalist Workshop, bertajuk “Advancing a Trusted and Inclusive Indonesia Capital Market” di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis (31/10).
Di samping itu, Iman menilai para investor tengah menantikan langkah-langkah strategis Presiden Prabowo Subianto dan Kabinet Merah Putih untuk mendorong perekonomian. Investor berharap dalam 100 hari pertama, pemerintahan baru akan mengambil langkah konkret untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi domestik.
“Apalagi peningkatan target Produk Domestik Bruto (PDB) yang biasanya 5% menjadi 8%. Jadi, perlu ada gebrakan dari kabinet yang baru,” ujar Iman.
Sekretaris Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) Kautsar Primadi Nurahmad mengatakan, IHSG pada periode 21–25 Oktober 2024 turun 0,84% menjadi 7.694 dari sebelumnya 7.760 pada pekan lalu. Tak hanya itu, kapitalisasi pasar BEI juga turun sebesar 0,61% menjadi Rp 12.888 triliun dari Rp 12.967 triliun pada pekan sebelumnya.
Kenaikan tertinggi terjadi pada rata-rata volume transaksi harian BEI sebesar 16,96% menjadi 27,31 miliar lembar saham dari 23,35 miliar lembar saham pada pekan sebelumnya. Rata-rata nilai transaksi harian juga naik 9,49% menjadi Rp 11,96 triliun dari Rp 10,92 triliun pada pekan sebelumnya.
“Rata-rata frekuensi transaksi harian turut terangkat 9,04% menjadi 1,372 juta kali transaksi dari 1,258 juta kali transaksi pada pekan lalu,” tulis Kautsar dalam keterangan resmi, Jumat (26/10).
Prospek Pasar Modal di Era Prabowo
Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik mengatakan pasar akan selalu memperhatikan kebijakan-kebijakan pemerintah yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Kebijakan-kebijakan tersebut pada akhirnya akan berdampak pada perusahaan tercatat, yang kemudian akan mempengaruhi kinerja di bursa dan harga saham perusahaan-perusahaan tersebut.
“Investor pasti akan melihat itu, tidak melihat apakah jumlah kementerian atau apa, tapi impact-nya terhadap pertumbuhan ekonomi seperti apa,” kata Jeffrey kepada wartawan di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (11/10).
Apabila membandingkan tren pergantian kepemimpinan, Jeffrey menyebutkan, pasar sering kali merespons positif transisi kepemimpinan. Namun, kadang-kadang pasar juga menunggu susunan kabinet baru untuk melihat dampaknya terhadap perekonomian.
Menilik pergantian pemerintah yang terjadi pada 2014 dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), ada euforia yang disebut dengan "Jokowi Effect” atau Efek Jokowi. Hal itu menyebabkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik signifikan hingga 6% dalam satu hari. Menurut Jeffrey, reaksi tersebut merupakan salah satu yang terbesar dalam sejarah. Kenaikan itu terjadi dalam satu hari penuh, bukan hanya dalam beberapa jam.
Dengan demikian, Jeffrey Hendrik menilai pasar selalu bergerak beberapa langkah ke depan dan cenderung mengantisipasi berbagai faktor yang mempengaruhi kondisi ekonomi. Ia menyatakan, ketika pengumuman kabinet dilakukan, pasar sudah memperhitungkan semua informasi terkait pelantikan tersebut, sehingga pergerakannya dapat diprediksi.