Bursa saham Wall Street di Amerika Serikat atau AS menguat pada perdagangan Jumat (22/11). Investor beralih dari saham teknologi ke saham siklis seperti industri dan konsumer.

Indeks saham Dow Jones melonjak 0,97% ke level tertinggi sepanjang masa 44.296,51, sekaligus sesi positif ketiga berturut-turut. S&P 500 naik 0,35% menjadi 5.969,34 atau peningkatan kelima sesi beruntun. Nasdaq Composite yang penuh dengan saham teknologi terapresiasi 0,16% menjadi 19.003,65.

Keuntungan pasar tertahan oleh turunnya harga saham Nvidia dan Alphabet masing-masing 3,2% dan 1,7%.

Jika dihitung selama sepekan atau 18 – 22 November, indeks saham Dow Jones naik 2%, S&P 500 dan Nasdaq masing-masing 1,7%. Kenaikan ini menunjukkan rebound dibandingkan pekan sebelumnya, saat reli Wall Street pasca-pemilu sempat terhenti.

Tren kenaikan bursa saham Wall Street terus berlanjut, dengan investor mengalihkan fokus dari saham teknologi ke saham yang lebih sensitif terhadap kondisi ekonomi. Sektor industri dan consumer discretionary memimpin kenaikan di S&P 500, sementara sektor komunikasi mencatat kinerja terburuk.

Sektor consumer discretionary menghasilkan produk kebutuhan sekunder ataupun tersier seperti restoran cepat saji, layanan hiburan, kendaraan seperti mobil beserta suku cadang

Di tengah tekanan pada saham teknologi, harga bitcoin mendekati ambang psikologis US$ 100 ribu. Saham berkapitalisasi kecil menunjukkan kekuatan, dengan indeks Russell 2000 naik 1,8% pada Jumat (22/11) dan 4,5% selama seminggu.

Kepala Strategi Investasi CFRA Research Sam Stovall mengungkapkan investor mulai meninggalkan saham-saham berkapitalisasi besar di sektor komunikasi dan teknologi yang sebelumnya menjadi favorit. Mereka beralih ke sektor-sektor siklis seperti consumer discretionary, industri, keuangan, serta saham berkapitalisasi menengah dan kecil.

"Ini karena adanya reli akhir tahun yang biasanya terjadi setelah pemilu. Semua jenis saham di S&P 500, baik dari berbagai ukuran, gaya, maupun sektor, mengalami kenaikan harga," kata Stovall, dikutip CNBC Internasional, Senin (25/11).

Reporter: Nur Hana Putri Nabila