Emiten perbankan raksasa PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) buka suara usai Raksasa tekstil, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex, resmi pailit setelah Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi emiten tekstil itu.
Pasalnya BCA merupakan salah satu kreditor bank terbesar kepada Sritex. Berdasarkan daftar sementara kreditor tanpa jaminan yang dirilis oleh tim kurator pada 13 Desember 2024, BCA mencatatkan klaim tanpa jaminan sebesar Rp 1,41 triliun.
Di samping itu, berdasarkan laporan keuangan hingga September 2024, Sritex mencatatkan utang jangka pendek ke BCA sebesar US$ 12,58 juta atau Rp 203,80 miliar (kurs: 16.199). Anagka tersebut naik dari periode yang sama sebelumnya US$ 11 juta atau Rp 178,22 miliar tahun lalu.
Sedangkan utang jangka panjang Sritex ke BCA sebesar US$ 72,91 juta atau Rp 1,18 triliun hingga September 2024. Angka tersebut naik dari periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 72,53 juta atau Rp 1,17 triliun pada tahun lalu.
Merespons hal tersebut, EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera F. Haryn, menyampaikan bahwa BCA menghargai putusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA) terkait Sritex. Selain itu, ia mengatakan BCA akan mematuhi seluruh proses yang ada dan siap untuk berkoordinasi dengan semua pihak terkait guna mencari solusi dan penyelesaian yang terbaik.
“BCA juga menghormati upaya atau langkah hukum lanjutan yang akan ditempuh Sritex,” ucap Hera dalam keterangan tertulisnya, dikutip Selasa (24/12).
Di sisi lain, Hera mengatakan rasio pinjaman berisiko BCA tercatat sebesar 6,1% pada sembilan bulan pertama tahun 2024, lebih baik dibandingkan dengan angka 7,9% di tahun sebelumnya. Sementara rasio kredit bermasalah (NPL) tetap terjaga pada level 2,1%. Untuk pencadangan, BCA memiliki cadangan yang cukup untuk mengatasi LAR dan NPL, yaitu masing-masing sebesar 73,5% dan 193,9%.
Kinerja Keuangan Sritex Hingga Kuartal Ketiga 2024
Menurut laporan keuangan periode 30 September 2024, Sritex memiliki total utang Rp 26,07 triliun sedangkan nilai asetnya hanya Rp 9,63 triliun. Kinerja keuangan Sritex hingga September 2024 kian terpuruk. Berdasarkan laporan keuangannya, penjualan bersih Sritex tercatat US$ 200,92 juta atau Rp 3,24 triliun (kurs: 16.310 per dolar AS) hingga kuartal ketiga 2024.
Penjualan bersih SRIL turun 19% secara year on year (yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya US$ 248,50 juta atau Rp 4,05 triliun. Penjualan dari ekspor hanya mencapai US$ 81,54 juta atau Rp 1,33 triliun hingga September 2024. Angka tersebut susut dari periode yang sama sebelumnya US$ 116,87 juta atau Rp 1,91 triliun.
Seiring dengan turunnya penjualan, beban pokok penjualan Sritex sebesar US$ 223,51 juta atau Rp 3,64 triliun hingga kuartal ketiga 2024. Secara rinci, beban pokok penjualan terbesar disokong oleh bahan baku yang digunakan Sritex sebesar US$ 131,22 juta atau Rp 2,14 triliun. Kemudian, biaya tenaga kerja sebesar US$ 22,15 juta atau Rp 361,27 miliar dan total biaya produksi tidak langsung sebesar US$ 65,32 juta atau Rp 1,06 triliun.
Hal ini membuat Sritex membukukan rugi bersih sebesar US$ 66,04 juta atau senilai Rp 1,06 triliun hingga kuartal III-2024. Apabila melihat dari sisi neraca, total aset perusahaan US$ 594,01 juta atau Rp 9,63 triliun hingga September 2024.
Sementara itu, total liabilitas perusahaan mencapai US$ 1,61 miliar atau Rp 26,07 triliun, dengan liabilitas jangka pendek sebesar US$ 133,84 juta atau Rp 2,17 triliun dan liabilitas jangka pendek sebesar US$ 1,48 miliar atau Rp 23,99 triliun. Tak hanya itu, Sritex mencatatkan defisiensi modal sebesar US$ 1,02 miliar atau Rp 16,64 triliun. Angka tersebut naik dari defisiensi modal periode tahun lalu sebesar US$ 954,82 juta atau Rp 15,57 triliun.
Berikut adalah 15 pemberi pinjaman tanpa jaminan terbesar Sritex dan afiliasinya:
- Citicorp Investment Bank (Singapore) Limited: Rp 4,43 triliun
- PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI): Rp 2,99 triliun
- PT Bank Central Asia Tbk (BBCA): Rp 1,41 triliun
- Citibank N.A. Jakarta Branch: R p1,92 triliun
- Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI/Indonesia Eximbank): Rp 1,13 triliun
- PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI): Rp 960,22 miliar
- PT Bank QNB Indonesia Tbk (BKSW): Rp 868,14 miliar
- PT Bank DBS Indonesia: Rp 794,65 miliar
- PT Bank Mizuho Indonesia: Rp 692,2 miliar
- State Bank of India, Singapore Branch: Rp 679,8 miliar
- PT BPD Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR): Rp 661 miliar
- ASM Connaught House General Partner III Limited: Rp 643,91 miliar
- PT Sari Warna Asli Textile Industri: Rp 602,26 miliar
- Great Phoenix International Pte Ltd: Rp 561,16 miliar
- PT Bank Muamalat Indonesia Tbk: Rp 486,76 miliar