Wall Street Ditutup Stagnan Imbas Melemahnya Prospek The Fed Pangkas Suku Bunga

NYSE
Bursa efek New York atau Wall Street
Penulis: Karunia Putri
15/8/2025, 06.13 WIB

Wall Street di Amerika Serikat ditutup stagnan pada perdagangan Kamis (14/8) waktu setempat. Meski begitu, S&P 500 berhasil mencetak penutupan tertinggi baru.

Dow Jones dan Nasdaq ditutup stagnan setelah pengumuman data harga produsen yang lebih tinggi dari perkiraan. Hal ini meredam ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed.

S&P 500 naik tipis 1,96 poin atau 0,03% ke level tertinggi baru di 6.468,54. Dari 11 sektor di S&P 500, tujuh sektor tercatat melemah.

Sementara itu, Dow Jones turun 11,01 poin atau 0,02% menjadi 44.911,26 dan Nasdaq Composite melemah 2,47 poin atau 0,01% menjadi 21.710,67.

Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan harga produsen pada Juli naik paling tinggi dalam tiga tahun terakhir yang didorong lonjakan biaya barang dan jasa. Data ini memicu kekhawatiran akan percepatan inflasi secara luas. 

Berdasarkan data LSEG, pelaku pasar kini memangkas ekspektasi penurunan suku bunga The Fed tahun ini menjadi sekitar 56,7 basis poin dari sebelumnya 63 basis poin. Meski demikian, pasar tetap memperhitungkan pemangkasan suku bunga seperempat poin pada September.

“Implikasinya, The Fed akan memangkas suku bunga 25 basis poin pada September. Namun, pemangkasan ini akan bersifat hawkish. Masih terlalu dini untuk memulai siklus pelonggaran yang panjang,” ujar ahli strategi valuta asing dan suku bunga global di Macquarie Group Thierry Wizman dikutip dari Reuters, Jumat (15/8).

Ia menambahkan rilis Indeks Harga Pengeluaran akhir bulan ini akan menjadi perhatian utama. Jika ada sinyal inflasi yang meluas di sektor jasa, pasar berpotensi bereaksi negatif.

Data terpisah menunjukkan klaim baru tunjangan pengangguran di AS turun pada pekan lalu. Sinyal melemahnya pasar tenaga kerja dan inflasi konsumen yang moderat sempat memperkuat ekspektasi pemangkasan suku bunga. 

Namun, data harga produsen memunculkan kekhawatiran tarif impor akan mulai menekan harga dalam beberapa bulan ke depan, sekaligus menguji reli saham yang mengangkat S&P 500 dan Nasdaq ke rekor tertinggi dalam dua sesi terakhir.

“Saham AS mahal,” kata Kepala Strategi Investasi CFRA Research Sam Stovall. Menurut dia, S&P 500 kini diperdagangkan pada rasio harga terhadap pendapatan 23 kali berdasarkan estimasi ke depan atau hampir 40% di atas rata-rata 20 tahun.

Presiden Fed St. Louis, Alberto Musalem menegaskan pemangkasan suku bunga acuan setengah poin pada September tidak dibenarkan. Pernyataan ini disampaikan sehari setelah Menteri Keuangan Scott Bessent menyebut opsi ini masih memungkinkan.

Dari sisi korporasi, saham Intel Corp melonjak 7,4% setelah Bloomberg melaporkan pemerintahan Trump tengah mempertimbangkan untuk mengambil alih saham produsen chip tersebut. Sebaliknya, Cisco Systems melemah 1,6% usai merilis perkiraan kinerja yang sesuai ekspektasi.

Saham Deere & Co merosot 6,8% setelah melaporkan laba kuartalan yang lebih rendah dan memangkas proyeksi laba tahunan. Tapestry, produsen tas tangan Coach anjlok 15,7% karena memperkirakan laba tahunan di bawah estimasi. Kedua perusahaan memperingatkan bahwa tarif akan berdampak pada bisnis mereka.

Dari ranah geopolitik, perhatian pasar tertuju pada pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk membahas upaya mengakhiri konflik di Ukraina.

Di NYSE, jumlah saham yang turun melebihi yang naik dengan rasio 2,29:1. Di Nasdaq, rasio serupa tercatat 2,14:1. S&P 500 mencetak 15 titik tertinggi baru dan satu titik terendah dalam 52 minggu terakhir, sementara Nasdaq Composite membukukan 78 titik tertinggi dan 78 titik terendah. 

Volume perdagangan di bursa AS tercatat 16,3 miliar saham, di bawah rata-rata 20 hari terakhir sebesar 18,3 miliar saham.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

Reporter: Karunia Putri