Topangan Pendapatan PTRO ke Kinerja CUAN Usai Caplok Grup Hafar dan HBS
Emiten milik Prajogo Pangestu PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) menargetkan kontribusi PT Petrosea Tbk (PTRO) terhadap pendapat perusahaan dapat mencapai 50% pada tahun depan, terutama setelah mengakuisisi Grup Hafar dan HBS.
“Pertumbuhan ini sejalan dengan peningkatan energi organik perusahaan, perkembangan backlog dan penggabungan kinerja penuh dari kedua entitas tersebut,” ujar Direktur CUAN Kartika Hendrawan dalam paparan publik virtual, Rabu (12/11).
Namun, menurut dia, komposisi pendapatan grup akan menjadi lebih seimbang pada 2028 seiring beroperasinya pembangkit listrik yang dikelola oleh PT Vola Daya Energi Indonesia. Kontribusi Petrosea terhadap total pendapatan CUAN diperkirakan menurun menjadi sekitar sepertiga.
Menurutnya, perubahan ini mencerminkan strategi diversifikasi bisnis CUAN agar sumber pendapatannya tidak lagi bergantung pada satu entitas atau sektor saja, melainkan berasal dari berbagai lini usaha meliputi pertambangan, energi, jasa pertambangan serta jasa pendukung lainnya.
“Sehingga memberikan fondasi pertumbuhan yang lebih stabil dan berkelanjutan bagi grup,” kata dia.
Petrosea sebelumnya menargetkan pendapatan hingga US$ 991 juta atau sekitar Rp16,76 triliun setelah mengakuisisi Grup Hafar. Direktur Petrosea Ruddy Santoso menyampaikan, pendapatan PTRO diproyeksikan naik 43% menjadi US$ 991 juta pada 2025.
Pendapatan Petrosea berpotensi melonjak hingga 41% menjadi US$ 1,4 miliar atau sekitar Rp23,24 triliun pada 2026. Ruddy mengatakan, pertumbuhan tersebut jauh di atas rata-rata pertumbuhan tahunan (CAGR) sebesar 8% pada periode 2019–2024. EBITDA perseroan juga diperkirakan mencapai US$ 306 juta dengan margin 22% pada 2026, naik dari 15% pada 2024.
“Hal ini mengalami peningkatan yang signifikan dari posisi EBITDA margin sebesar 15% pada tahun 2024,” kata Ruddy dalam paparan publik secara virtual, Senin (6/10).
Petrosea juga telah mengakuisisi 100% saham HBS (PNG) Limited dan anak usahanya senilai US$ 25,76 juta atau sekitar Rp424,69 miliar. Transaksi ini tertuang dalam perjanjian jual beli bersyarat (conditional share sale and purchase agreement) yang ditandatangani pada 1 Agustus 2025.
HBS Group yang berbasis di Papua Nugini sejak 2006 dikenal sebagai penyedia jasa pertambangan, konstruksi, serta distribusi alat berat dan suku cadang, khususnya untuk proyek tambang mineral emas.
Tantangan CUAN ke Depan
Direktur CUAN Diana Arsiyanti mengungkapkan sejumlah tantangan yang tengah dihadapi perseroan. Ia menjelaskan, terdapat tiga risiko utama yang menjadi fokus perusahaan.
Pertama, risiko volatilitas harga komoditas. CUAN memiliki eksposur terhadap fluktuasi harga komoditas global, terutama batu bara termal. Untuk mengurangi dampaknya, perusahaan memperbesar porsi batu bara metalurgi dan mineral lain, serta memperluas bisnis ke sektor energi dan jasa pertambangan yang memiliki margin lebih stabil.
Kedua, risiko operasional dan regulasi. Perubahan kebijakan pemerintah seperti penyesuaian tarif royalti, kewajiban DMO, hingga aturan perizinan tambang, kehutanan, dan lingkungan dapat mempengaruhi target penyelesaian proyek serta kondisi keuangan. Untuk itu, CUAN menerapkan tata kelola dan kepatuhan yang ketat serta menjalin komunikasi aktif dengan regulator.
Ketiga, risiko integrasi pasca-akuisisi. Setelah melakukan sejumlah akuisisi strategis, termasuk GDI, Grup HBS, dan Grup Hafar, perusahaan fokus memastikan proses integrasi berjalan mulus, mencakup sistem operasional, budaya kerja, keuangan, dan sumber daya manusia.
CUAN menyiapkan rencana integrasi bertahap lintas entitas agar setiap akuisisi memberikan sinergi optimal.
“Dengan langkah-langkah tersebut, perusahaan optimis dapat menjaga ketahanan operasional serta menciptakan pertumbuhan jangka panjang yang berkelanjutan,” ujar Diana.