Beberapa opsi penyelamatan Jiwasraya mengemuka dari mulai suntikan modal pemerintah hingga pembentukan dan penjualan anak usaha. Namun, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu menilai ada jalan lain yang bisa ditempuh.

“Jiwasraya itu asetnya banyak lho. Citos (Cilandak Town Square). Citos punya siapa?” kata dia di Jakarta, Kamis (21/11). Berdasarkan laporan keuangan 2017, nilai aset properti Jiwasraya sebesar Rp 6,55 triliun, dan Citos salah satunya.

(Baca: Dirut Jiwasraya Beberkan Penyelesaian Masalah Finansial Tanpa APBN)

Aset properti semacam ini, menurut dia, bisa dioptimalkan untuk memperoleh dana segar. Caranya, tidak harus dijual, melainkan menjadikannya underlying untuk penerbitan instrumen investasi Kontrak Investasi Kolektif (KIK) berupa Dana Investasi Real Estat (DIRE).

"Nama istilahnya di keuangan adalah re-enginering finance. Makanya saya bilang, Menteri BUMN Erick Thohir yang seperti ini sangat jago," kata Togar.

Namun, ia mengakui ada kendala aturan untuk melaksanakan langkah tersebut. Sepengetahuan dia, perusahaan asuransi jiwa tidak boleh mengeluarkan instrumen utang. Bila perusahaan terkait mengalami kekurangan modal, maka pemilik perusahaan yang harus menyuntikkan modal, yang dalam kasus ini adalah pemerintah melalui Kementerian BUMN.

(Baca: Jiwasraya Minta Pemerintah Suntik Rp 32 T, BPK: Lebih Baik Dipailitkan)

Meski begitu, ia menilai, semestinya tidak masalah bila ada relaksasi aturan. "Boleh dong, karena untuk menyelamatkan dan melakukan perlindungan kepada pemegang polis,” ujarnya.

Setelah kondisi perusahaan membaik -- seiring masuknya modal dari pemerintah ataupun dana dari optimalisasi aset, serta perbaikan kinerja manajemen -- ia menyarankan Jiwasraya untuk melakukan penawaran saham perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia.

Dengan sahamnya dilepas ke publik, maka akan tercipta transparansi yang akhirnya mendorong perusahaan untuk menerapkan tata kelola perusahaan yang baik. Pelepasan saham juga akan membuat Jiwasraya mendapat tambahan dana segar untuk mendukung bisnis ke depan.

"Kalau sudah baik dan sehat, RBC (rasio kecukupan modal berbasis risiko) sudah bagus, IPO. Kalau sekarang IPO siapa yang mau beli?" kata Togar.

(Baca: Kementerian BUMN Soroti Investasi Jiwasraya di Saham Gorengan)

Adapun jalan pembentukan dan penjualan anak usaha baru – Jiwasraya Putra -- dinilainya bukan solusi jitu. Biasanya, kata dia, masa tujuh tahun awal bisnis asuransi jiwa adalah masa ‘bakar uang’. Maka itu, ia menilai lebih baik perbaikan induk secara langsung.

"Bagaimana si bayi bisa menyuapi induknya? Bagaimana logikanya?" katanya.

OJK Klaim Tiga Perusahaan Asing Minati Jiwasraya Putra

Direktur Pengawas Asuransi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ahmad Nasrullah menyatakan ada tiga perusahaan yang tengah melakukan proses penawaran terhadap anak usaha baru Jiwasraya: Jiwasraya Putra.

Ia mengatakan, ketiga perusahaan tersebut merupakan perusahaan asing. "Kalau (perusahaan asuransi) lokal kan kita tahu kapasitasnya. Rasanya ini perusahaan asing (yang tertarik masuk ke Jiwasraya Putra)," dia di Jakarta, Kamis (21/11).

(Baca: Bakal Dijual, Valuasi Anak Usaha Jiwasraya Disebut Rp 9 Triliun)

Dia mengatakan, perusahaan asing tersebut nantinya bakal menjadi pemegang saham mayoritas Jiwasraya Putra dengan persentase kepemilikan di atas 50% namun tidak mencapai memegang 80% saham. Ahmad berharap, investor baru mampu mengembangkan Jiwasraya Putra lebih baik lagi.

Sedangkan Staf Khusus Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga mengatakan valuasi anak usaha tersebut sebesar Rp 9 triliun. Menurut dia, beberapa produk Jiwasraya akan diturunkan ke Jiwasraya Putra. Ini salah satu yang menyokong nilai anak usaha tersebut.

“Ada produk-produk dia yang bagus, terlepas dari sisi keuangannya. Kami sedang memilah-milah mana bisnis yang bagus untuk diteruskan dan bisa dijual ke investor," ujarnya.