Jiwasraya Minta Pemerintah Suntik Rp 32 T, BPK: Lebih Baik Dipailitkan
Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi menilai permintaan suntikan dana oleh PT Asuransi Jiwasraya sebesar Rp 32 triliun terlalu besar untuk memperbaiki likuiditas perusahaan. Dia pun menyarankan agar perusahaan asuransi pelat merah tersebut dipailitkan saja karena total asetnya mencapai Rp 36 triliun.
"Kalau Rp 32 triliun itu lebih baik dipailitkan, aset Jiwasraya masih ada yang bagus. Tapi saya belum bisa sebutkan karena jumlah uang itu kan dinamis," ujar Achsanul, kepada Katadata.co.id, Jumat (8/11).
Selain itu tidak semua portofolio investasi perusahaan macet, serta masih ada aset perusahaan yang memiliki nilai jual. Meski begitu Achsanul belum bisa menyebutkan berapa nilai wajar yang dibutuhkan oleh Jiwasraya untuk menutupi kerugian tersebut.
(Baca: Jiwasraya Minta Pemerintah Suntik Dana Rp 32 Triliun untuk Tutupi Rugi)
Menurut dia perlu adanya kajian yang mendalam penyebab ruginya perusahaan itu. Dalam hal ini pemerintah harus bisa menyelesaikan kajian tersebut.
Achsanul mengatakan, apabila sudah ada kajiannya, penyelamatan Jiwasraya bisa dilakukan dengan mendatangkan investor atau bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lainnya. "Kasusnya ini sudah sebagian masuk ke penegak hukum, tentunya ini jadi pelajaran untuk pemerintah," tambah dia.
Hal yang sama juga disampaikan oleh anggota Komisi XI DPR dari fraksi Nasdem Rudi Hartono Bangun. Ia mengungkapkan bahwa perlu adanya kajian mendalam terhadap aliran uang perusahaan, termasuk melibatkan BPK, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jajaran direksi lama Jiwasraya, kepolisian, serta kejaksaan.
(Baca: Modal Asuransi Jiwasraya Minus Rp 24 Triliun, DPR: Ada Kelalaian OJK)
Adapun, permintaan suntikan dana sebesar Rp 32 triliun itu diungkapkan Jiwasraya kepada Komisi XI DPR dalam Rapat Dengan Pendapat (RDP) pada Kamis (7/11).
Menurut Rudi OJK turut bertanggung jawab terhadap kerugian Jiwasraya. Sebab OJK bertugas untuk mengawasi seluruh kegiatan keuangan perusahaan. "OJK ada kelalaian juga, mereka kan pasti laporan tiap bulan," ujarnya usai RDP dengan Jiwasraya.
Rudi menduga direksi lama Jiwasraya menempatkan portofolio investasi pada instrumen yang tidak tepat, seperti membeli saham yang harganya justru anjlok. Hal ini telah terjadi sejak tahun 1990 hingga 2018, alhasil perusahaan terus merugi dari tahun ke tahun.