PT Asuransi Jiwasraya mencatatkan ekuitas atau permodalan negatif mencapai Rp 23,92 triliun. BUMN Asuransi ini pun disebut membutuhkan tambahan dana mencapai Rp 32,89 triliun untuk mencapai ketentuan minimal permodalan yang ditetapkan OJK atau risk based capital (RBC) sebesar 120%.
Hal tersebut terungkap dalam salinan dokumen Jiwasraya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR pada Kamis (7/11).
Dalam dokumen tersebut, Jiwasraya juga mengungkapkan terdapat potensi penurunan nilai aset sebesar Rp 6,21 triliun. Dengan potensi tersebut, total ekuitas diperkirakan tercatat minus Rp 30,12 triliun.
Sementara untuk memenuhi RBC 120%, Jiwasraya membutuhkan dana mencapai Rp 2,89 triliun. Dengan demikian total, kebutuhan dana yang dibutuhkan untuk memenuhi ketentuan permodalan asuransi tersebut mencapai Rp 32,89 triliun.
(Baca: Jiwasraya Minta Pemerintah Suntik Dana Rp 32 Triliun untuk Tutupi Rugi)
Per September 2019, Jiwasraya mencatatkan total aset sebesar Rp25,68 triliun. Aset tersebut terdiri dari aset tetap mencapai sekitar Rp 2 triliun, aset lancar Rp 530 miliar, aset lainnya Rp 330 miliar, dan aset investasi Rp 22,17 triliun.
Dalam dokumen tersebut juga dijelaskan memburuknya solvabilitas Jiwasraya akibat kesalahan pembentukan harga produk, lemahnya prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi, rekayasa harga saham, serta tekanan likuiditas dari produk savings plan.
Sementara total kewajiban perusahaan tercatat sebesar Rp 49,6 trilin, yang antara lain mencakup utang klaim sebesar Rp 10 triliun.
Anggota Komisi XI dari Fraksi Nasdem Rudi Hartono Bangun menilai kinerja keuangan Jiwasrya yang jeblok tak lepas dari kelalaian Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK, menurut dia, seharusnya bertugas mengawasi kegiatan perusahaan asuransi tersebut.
"OJK ada kelalaian juga, mereka kan pasti laporan setiap bulan," ungkap Rudi.
(Baca: Bank Dunia Soroti Kasus Gagal Bayar AJB Bumiputera dan Jiwasraya)
Sebenarnya di waktu yang sama DPR juga memanggil OJK. Namun Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank OJK Riswinandi tak hadir dalam rapat tersebut. Sementara direksi Jiwasraya yang hadir dalam rapat menghindar dari wartawan.
Rudi mengaku DPR akan kembali memanggil OJK dan pihak-pihak terkait guna membahas permasalahan Jiwasraya lebih lanjut.
Masalah yang dialami Jiwasraya mencuat tahun lalu. Ini seiring beredarnya surat perusahaan kepada bank mitra yang menginformasikan keterlambatan pembayaran atas polis bancassurance JS Proteksi Plan yang jatuh tempo.
Dalam surat tersebut, perusahaan menyatakan tengah mengalami tekanan likuiditas. Perusahaan dan pemegang saham, yaitu pemerintah, tengah mencari opsi pendanaan. Setelah itu, perusahaan memberikan opsi kepada pemegang polis untuk penyelesaian keterlambatan bayar tersebut.
Kasus gagal bayar klaim Jiwasraya bahkan turut mendapat sorotan dari Bank Dunia. Lembaga tersebut menilai kelemahan pengawasan asuransi dapat menimbulkan risiko terhadap stabilitas sistem keuangan.