Paparan kinerja memang belum diumumkan secara resmi, namun PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) sudah memberikan kisi-kisi soal capaian mereka pada kuartal I 2019.
BRI memproyeksikan pertumbuhan kredit pada kuartal I 2019 tumbuh sekitar 12% hingga 14% dibanding periode yang sama tahun lalu. Sementara pendapatan non-bunga (fee based income) diharapkan tumbuh lebih tinggi yaitu 15% year on year (yoy).
"Cadangan bagus, fee based juga tumbuh lebih kencang dari kredit, paling tidak 15%," kata Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (10/4).
(Baca: Cetak Laba Rp 32 Triliun, Saham BRI Jadi Buruan Investor Asing)
Pada kuartal I 2019, kualitas kredit BRI juga terjaga. Hari menjabarkan, dari segi rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL), BRI berada di level 2,2%.
Ia menambahkan, sepanjang 2019, BRI menargetkan kredit mampu tumbuh 12% hingga 14% dibandingkan penyaluran sepanjang 2018, dengan NPL terjaga di level 2,2%. Untuk laba bersih, BRI memperkirakan tahun ini mampu tumbuh 10% hingga 12% yoy.
Tahun lalu, BRI berhasil mencetak laba bersih Rp 32,4 triliun. Raihan tersebut naik 11,6% dibanding raihan laba tahun sebelumnya. Direktur Utama BRI Suprajarto mengungkapkan, pertumbuhan laba tahun lalu ditopang penyaluran kredit yang naik 14,1% menjadi Rp 843,6 triliun. Sementara kualitas kredit terjaga, dengan rasio NPL kotor (gross) berada pada level 2,27%.
"Dari segi penyaluran kredit, pendorong profitabilitas BRI adalah sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang mencapai Rp 645,7 triliun, setara dengan 76,5% dari total penyaluran kredit BRI," ujar Suprajarto, di Gedung BRI, Jakarta, Rabu (30/1).
Pertumbuhan kredit juga ditopang oleh penghimpunan dana pihak ketiga (DPK), yang mencapai Rp 944,3 triliun, naik 12,2% dibandingkan posisi DPK pada tehun sebelumnya. Sehingga rasio likuiditas yang terlihat dari rasio pembiayaan terhadap pendanaan atau Loan to Deposit Ratio (LDR) terjaga di level 89,3%.
Suprajarto mengatakan pendorong lain laba bersih BRI tahun lalu adalah, peningkatkan efisiensi proses bisnis. Hal tersebut tercermin dari penurunan beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) sebesar 66 basis poin (bps) menjadi 68,48%.
(Baca: Kerjasama Dengan HKTI, BRI Target Salurkan KUR ke Petani Rp 80 Triliun)