OJK Ajukan Anggaran Rp 5,67 Triliun untuk Tahun Depan

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso
Penulis: Ihya Ulum Aldin
29/10/2018, 20.56 WIB

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengajukan pagu anggaran sebesar Rp 5,67 triliun untuk 2019. Besaran pagu anggaran ini meningkat 14% dibandingkan anggaran yang disetujui untuk tahun ini yang sebesar Rp 4,97 triliun.

OJK mengajukan pagu anggaran tersebut dalam rapat kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, ada beberapa pos utama dalam anggaran yang diajukan OJK.

Pertama, sebesar 51,41% atau sekitar Rp 2,91 triliun dari anggaran tersebut akan digunakan untuk pembiayaan pengawasan, pengaturan dan perizinan industri keuangan, edukasi, dan perlindungan konsumen. Anggaran di pos pertama ini akan dibagi untuk sektor perbankan sebesar Rp 794 miliar, sektor pasar modal sebesar Rp 377,9 miliar, dan industri keuangan non-bank (IKNB) sebesar Rp 449 miliar.

Pos kedua sebesar 36,72% atau setara dengan Rp 2,08 triliun akan digunakan oleh OJK untuk operasional. Pos ketiga, sebesar 11,4% dari total anggaran atau setara Rp 642 miliar akan digunakan untuk membangun sarana dan prasarana, seperti kantor OJK yang selama menjadi masalah.

Selain itu, Wimboh juga menjelaskan, kenaikan pagu anggaran OJK untuk 2019 mempertimbangan banyak hal. Misalnya, pertimbangan soal pengadaan kantor OJK hingga pertumbuhan aset industri jasa keuangan yang didasari oleh kondisi ekonomi Indonesia sesuai Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019. "Kami mempertimbangan pertumbuhan aset lembaga jasa keuangan di tahun depan," kata Wimboh.

Hingga September 2018, OJK mengantongi pungutan sebesar 77,4% atau setara Rp 4,28 triliun dari target OJK sebesar Rp 5,5 triliun. Per 25 Oktober 2018, OJK telah merealisasikan anggarannya sebesar 63% atau Rp 3,12 triliun dari pagu anggaran tahun ini yang sebesar Rp 4,97 triliun.

(Baca: Wimboh Akan Fokus Efisiensi Anggaran dan Operasional OJK)

Tantangan Industri Jasa Keuangan

Sebelumnya, Rapat Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai stabilitas sektor jasa keuangan masih terjaga di tengah ketidakpastian pasar keuangan global. Kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) menaikkan Federal Fund Rate akan berdampak pada pengetatan likuiditas di pasar keuangan global. Di sisi lain, perang dagang antara AS dan Tiongkok juga akan menurunkan volume perdagangan dan pertumbuhan dunia.

Dampak pengetatan suku bunga acuan AS ini sudah terlihat dengan penarikan modal asing dari pasar keuangan. Berdasarkan data OJK, pada periode 1-19 Oktober 2018 investor asing mencatat penjualan bersih (net sell) sebesar Rp 5,3 triliun. Di pasar Surat Berharga Negara (SBN), investor asing juga melakukan net sell senilai Rp 800 miliar. Imbal hasil SBN tenor jangka pendek, menengah, dan panjang meningkat masing-masing sebesar 13 bps, 53 bps, dan 23 bps selama bulan Oktober 2018.

Meski demikian, kinerja intermediasi sektor jasa keuangan per September 2018 masih positif. Penyaluran kredit perbankan secara tahunan (year on year) tumbuh 12,69% sedangkan piutang pembiayaan naik 6,06%. Adapun dana pihak ketiga (DPK) perbankan hanya naik 6,6%.

Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik Anto Prabowo mengatakan, industri asuransi juga menunjukkan indikator yang baik. Premi asuransi jiwa hingga September 2018 mencapai Rp 141,14 triliun sedangkan premi asuransi umum dan reasuransi mencapai Rp 62,74 triliun. Di pasar modal, penghimpunan dana melalui penawaran umum saham, rights issue, dan surat utang korporasi mencapai Rp 143 triliun. Jumlah emiten baru mencapai rekor 50 perusahaan. Sementara itu, total dana kelolaan investasi mencapai Rp 739,95 triliun, naik 7,89% dibandingkan akhir 2017.

(Baca: Temuan BPK, OJK Miliki Utang Pajak Badan Rp 901,1 Miliar)