BNI dan BTPN berbeda strategi dalam menetapkan suku bunga kreditnya merespon kenaikan BI 7-day (Reverse) Repo Rate ke level 5,50%.
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. menyatakan bahwa perseroan belum berencana mengerek bunga pinjaman pascakenaikan suku bunga acuan bank sentral. BNI mengaku, punya pertimbangan tersendiri dalam mengatur pergerakan bunga.
“Kami masih melihat perkembangan pasar seperti apa,” kata Direktur Manajemen Risiko BNI Bob Tyasika Ananta ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (28/8).
Per semester pertama tahun ini, BNI mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 11,1% secara year on year menjadi Rp 457,8 triliun. Adapun, sampai dengan pengujung tahun ini penyaluran pinjaman ditargetkan meningkat sekitar 13% - 15% (yoy).
(Baca juga: Kendalikan Defisit Transaksi Berjalan, Bunga Acuan BI Naik 25 Bps)
Sementara itu, PT Bank Tabungan Pensiunan Negara Tbk. mengutarakan rencana perseroan untuk menaikkan bunga kredit pada September 2018. Tapi ditanya besaran penaikan ini, BTPN mengaku belum dapat menyebut angka pasti.
Direktur Keuangan dan Dana BTPN Arief Harris Tandjung menuturkan, penaikan tersebut kemungkinan diprioritaskan untuk kredit-kredit baru. “Jadi, mungkin belum ada yang signifikan,” katanya.
Untuk bunga simpanan berjangka, BTPN sudah menaikkan sebesar 50 - 75 basis poin (bps) selama dua bulan terakhir. Kenaikan suku bunga deposito ini menyebabkan biaya dana atau cost of fund terdongkrak sehingga perseroan perlu segera mengkompensasi dari sisi kredit.
“Mudah-mudahan pada semester II/2018, memang tantangan cukup tinggi dengan kenaikan suku bunga, tapi kita pilih performa kita tetap bisa memberikan hasil yang baik,” ujar Arief.
Sampai dengan pertengahan tahun ini, BTPN merealisasikan penyaluran kredit sebesar Rp 67,76 triliun. Nilai ini tumbuh 2% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu sejumlah Rp 66,33 triliun.