Pembatasan Transaksi Tunai Akan Tingkatkan Pembayaran Pajak

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Petugas melakukan pengisian data pada \"e-money\" atau kartu transaksi non tunai di Sentra Mandiri, Jakarta, Senin (18/9).
Penulis: Rizky Alika
18/4/2018, 16.40 WIB

Sebelumnya, PPATK mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah segera membahas dan mengesahkan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal. RUU ini dianggap penting untuk membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Adapun PPATK mengusulkan pembatasan transaksi uang tunai sebesar Rp 100 juta per hari.

(Baca juga: PPATK dan KPK Desak RUU Pembatasan Transaksi Uang Tunai Disahkan).

Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan, selama ini para pelaku tindak pidana korupsi dan pencucian uang kerap menghindari penggunaan transaksi nontunai dan memilih menggunakan uang kartal. Para pelaku tindak pidana menghindari transaksi nontunai karena lebih mudah dilacak oleh otoritas berwenang seperti PPATK.

Sebaliknya penggunaan uang kartal menyulitkan pelacakan asal-usul sumber dana dan memutus pelacakan aliran dana kepada para penerima manfaat (beneficial owner). “Terdapat kecenderungan para pelaku tindak pidana menggunakan transaksi tunai dengan uang kartal untuk memutus mata rantai transaksi sehingga sulit dilacak,” kata Kiagus. (Lihat pula: Ombudsman Bakal Panggil BI Terkait Biaya Transaksi Nontunai).

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan draf RUU tersebut sudah masuk tahap akhir sebelum ditandatangani para menteri terkait. “Akan kami dorong dan nanti Kepala PPATK bisa sampaikan ke Pak Presiden untuk dikirim ke DPR,” kata Yasonna.

Halaman: