Ombudsman Bakal Panggil BI Terkait Biaya Transaksi Nontunai

Miftah Ardhian
7 Desember 2017, 15:20
Kartu Kredit
Donang Wahyu|KATADATA
Kartu Kredit

Ombudsman berencana untuk memanggil pihak Bank Indonesia (BI) untuk membahas Peraturan Bank Indonesia No 19/8/PBI/2017 mengenai Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Aturan ini mengizinkan perbankan menarik biaya dalam transaksi nontunai menggunakan kartu debit dari yang sebelumnya tidak dikenakan biaya. Hal ini dinilai berpotensi merugikan konsumen.

Anggota Ombudsman Alvien Lie mengatakan izin BI untuk melakukan penarikan biaya ini dinilai cukup meresahkan. Sebelumnya transaksi kartu debit menggunakan mesin Electronic Data Capture (EDC) dari bank yang sama (on us) tidak dikenakan biaya. Namun karena adanya aturan ini, harus ada biaya 0,15 persen yang dipisahkan dari total transaksi yang dilakukan. Sementara, jika kartu dan EDC dari bank yang berbeda (off us) akan dikenakan tarif 1 persen.

"Kami akan mengundang BI untuk membahas hal ini. Kami juga ajak pengusaha dan konsumen ikut membahas agar ini bisa diselesaikan secara komprehensif," ujar Alvien saat ditemui di Kompleks Istana Bogor, Kamis (7/12). (Baca juga: Aturan Pembayaran Nasional Terbit, Dapat Hemat Devisa Negara)

Menurutnya, meski biaya tersebut dibebankan kepada pengusaha atau merchant, tetap saja berpotensi merugikan masyarakat sebagai konsumen. Hal ini terjadi apabila pengusaha atau merchant tersebut memasukan biaya ini dalam komponen harga barang atau jasa yang dibeli oleh konsumen.

Ombudsman mencermati kebijakan ini justru bisa menghambat program pemerintah terkait dengan Gerakan nasional Non-Tunai (GNNT) atau menciptakan cashless society. Apalagi, sebelumnya BI juga mengizinkan perbankan untuk mengenakan biaya dalam melakukan isi ulang (top-up) uang elektronik.

Padahal, di negara lain seperti Australia, India, dan Inggris, pengenaan biaya tersebut justru telah dihapuskan. Menurutnya, penggunaan teknologi seharusnya membuat kehidupan lebih mudah, lebih cepat dan lebih murah. Tapi kebijakan ini malah membuat kehidupan semakin mahal.

(Baca: Pengusaha Dukung GPN, Bisnis 'Bawah Tanah' Digital Bakal Kena Pajak)

"Saya melihat ini seperti bandar narkoba, awal-awalnya diberi gratis setelah ketagihan dibebani harga tinggi. Masyarakat juga gitu, awal-awalnya kartu debit gratis, tiba-tiba bebannya tinggi. Saat tidak punya pilihan lagi, mau tidak mau gunakan kartu debit, masyarakat terjebak," ujar Alvien.

Bank Indonesia (BI) telah resmi meluncurkan National Payment Gateway atau Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Fasilitas tersebut memungkinkan interkoneksi antar perusahaan switching dan interoperabilitas sistem pembayaran nasional. Dengan begitu, masyarakat bisa melakukan transaksi keuangan nontunai secara lebih mudah.

Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan GPN diharapkan akan mengurangi kompleksitas koneksi dari sebelumnya bersifat bilateral antarpihak terkait menjadi tersentralisasi. "Masyarakat pun dapat bertransaksi dari bank manapun dengan menggunakan instrumen dan kanal pembayaran apapun," ujarnya.

(Baca: Pendapatan Turun Akibat GPN, Perbankan Berharap Transaksi Bertambah)

Dengan adanya GPN, masyarakat tidak perlu lagi memiliki banyak kartu untuk melakukan beragam transaksi. Dengan GPN pun, Agus mengklaim biaya transaksi non tunai bakal semakin murah. Alasannya, BI telah menetapkan merchant discount rate sebesar 1 persen per transaksi off us (transaksi di ATM atau EDC yang berbeda dari kartu yang digunakan), lebih rendah dari biasanya yakni 2-3%. Namun, juga mengenakan biaya 0,15 persen dalam transaksi on us yang tadinya gratis.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...