Peer to Peer Lending Naik Daun, Ketua OJK Waspadai Risiko

Antara
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso dalam bincang bersama media di Plaza Mandiri, Jumat (9/6). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
25/1/2018, 20.37 WIB

Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyebut pihaknya mewaspadai risiko layanan finansial berbasis teknologi (financial technology/fintech) di bidang peer to peer lending alias pinjam-meminjam perseorangan.

Layanan fintech peer to peer lending mempertemukan masyarakat yang ingin memberikan pinjaman (calon kreditor) dengan masyarakat yang ingin meminjam (calon debitor) secara online. Adapun hingga Desember 2017, OJK telah memberikan izin kepada 27 perusahaan fintech di bidang peer to peer lending. Total pinjaman yang disalurkan mencapai Rp 2,26 triliun untuk 290.335 debitor.

"Peer to peer lending itu kan sudah lewat internet yang mau ngasih pinjaman dan yang meminjamkan itu fisiknya tidak bertemu. Tidak mungkin dengan cara verifikasi lokasi seperti kredit biasa sehingga risikonya cukup besar," kata Wimboh di Jakarta, Kamis (25/1). (Baca juga: Pembiayaan 27 Fintech yang Terdaftar di OJK Capai Rp 2,2 Triliun)

Menurut dia, risiko yang perlu diperhatikan yakni kerugian yang harus ditanggung kreditor jika debitornya tidak bisa melunasi pinjamannya. "Bagaimana proteksinya kepada pemberi pinjaman, kan tidak ada, sehingga pemberi pinjaman itu benar-benar menanggung risiko,” ucapnya.

Maka itu, ia menekankan pentingnya pengaturan. “Concern kami, pertama, itu harus melindungi kepentingan masyarakat,” ucapnya. Sebelumnya, OJK telah mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. (Baca juga: Fintech Wajib Lapor Data Debitur ke OJK Selambatnya pada 2022)