Pemerintah Tetapkan Bunga Kredit Rakyat Turun Jadi 7% pada 2018

ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
27/10/2017, 18.29 WIB

Pemerintah memutuskan untuk menurunkan suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari 9% menjadi sebesar 7% efektif per tahun mulai 2018. Keputusan tersebut diambil para menteri yang tergabung dalam Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam Rapat Koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Komite Kebijakan juga menyepakati peningkatan porsi penyaluran KUR untuk sektor produksi seperti pertanian, perikanan, industri pengolahan, konstruksi dan jasa produksi di 2018 menjadi minimum sebesar 50% dari target total KUR yaitu Rp 120 Triliun. Sebelumnya, ditetapkan porsi untuk sektor produksi sebesar 40%. (Baca juga: Bunga KUR Akan Diturunkan, Bank BRI Minta Tambah Subsidi)

Kebijakan tersebut diambil lantaran UMKM di sektor produktif kerap mengalami kesulitan untuk mendapatkan kredit ataupun pembiayaan dari lembaga keuangan. Sebab, risiko usahanya memang relatif lebih tinggi daripada sektor perdagangan. (Baca juga: Sri Mulyani Kaji Insentif Pajak e-Commerce dengan Kombinasi KUR)

“Penyaluran KUR harus terus kami dorong ke sektor produksi, agar program kredit atau pembiayaan dari pemerintah dengan suku bunga rendah ini dapat dinikmati oleh UMKM (di sektor produksi),” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution yang juga merupakan Ketua Komite Kebijakan usai Rapat Koordinasi di Kantornya, Jakarta, Jumat (27/10).

Dalam rangka mendorong percepatan penyaluran KUR di sektor produksi, Komite Kebijakan juga telah mempersiapkan skema KUR baru yaitu KUR Khusus untuk sektor perkebunan rakyat, peternakan rakyat, dan perikanan rakyat.

KUR Khusus merupakan skema KUR yang diberikan kepada kelompok usaha yang dikelola secara bersama dalam bentuk klaster. Adapun plafon KUR Khusus ditetapkan sebesar Rp 25 juta-Rp 500 juta untuk setiap individu anggota kelompok.

Selain skema KUR Khusus, Komite Kebijakan juga menetapkan beberapa perubahan ketentuan KUR yang nantinya akan ditetapkan dalam bentuk Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

Adapun beberapa perubahan ketentuan tersebut, yakni pengaturan plafon KUR Mikro untuk sektor produksi sebesar maksimum Rp 25 juta per musim tanam atau 1 siklus produksi tanpa pembatasan total akumulasi plafon. Sedangkan KUR Mikro untuk sektor non-produksi memiliki total akumulasi plafon sebesar Rp 100 juta. 

Lalu ada penambahan kelompok usaha sebagai calon penerima KUR. Skema KUR Multisektor yang mengakomodir penyaluran pada lebih dari satu sektor ekonomi, mekanisme bayar setelah panen (yarnen) dan grace period. Penyaluran KUR yang diperbolehkan bersamaan dengan kepemilikan kartu kredit dan sistem resi gudang.

Kemudian, ditetapkan juga struktur biaya KUR Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI), serta KUR untuk optimalisasi kelompok usaha bersama (KUBE). Selain itu, KUR untuk masyarakat daerah perbatasan.

Adapun realisasi penyaluran KUR sampai dengan 30 September 2017 telah mencapai Rp 69,7 triliun atau 65,3% dari plafon penyaluran yang sebesar Rp 106,6 triliun. KUR tersebut disalurkan kepada 3.098.515 debitur. Adapun rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tercatat berada di level yang rendah yakni 0,014%.

Dari total realisasi tersebut, KUR Mikro mendapat porsi penyaluran terbesar yaitu Rp 49.46 triliun atau 71%, diikuti dengan KUR Ritel sebesar Rp 19,9 triliun 28,6%, dan KUR Penempatan TKI sebesar Rp 230 Miliar 0,33%.

Adapun Bank Rakyat Indonesia (BRI) tercatat sebagai bank dengan realisasi penyaluran KUR tertinggi yaitu sebesar Rp 52,19 triliun atau 74,4% dari target.

Diikuti dengan Bank Mandiri sebesar Rp 9,1 triliun atau 70,1% dari target. BNI sebesar Rp 5,4 triliun atau 45.2% dari target. Sisanya disumbangkan oleh Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebesar Rp 5,2 triliun atay 25,5% dari target dan Bank Umum Swasta sebesar Rp 4,9 triliun atau 17.8% dari target.