Standardisasi Akuntasi Dana Desa Akan Diperbaiki untuk Cegah Korupsi

ANTARA FOTO/IORA SUMMIT 2017/Widodo S. Jusuf
Wakil Menkeu Mardiasmo.
Penulis: Asep Wijaya
Editor: Yuliawati
10/8/2017, 17.37 WIB

Perbaikan standardisasi laporan keuangan penggunaan dana desa dianggap penting untuk menutup celah korupsi. Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) tengah mengajukan revisi Keputusan Presiden (Keppres) agar lembaga tersebut memiliki kewenangan dalam menyusun standar akuntansi dana desa.

“Sudah kami ajukan (revisi keppres) penambahan peran itu ke presiden,” kata Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo yang juga ketua Ketua Dewan Pimpinan Nasional Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Kamis (10/8).

Mardiasmo mengingatkan pentingnya sebuah standar dan sistem pelaporan dana desa. Apalagi dana yang total nilainya hingga puluhan triliun rupiah itu disebut akan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“IAI dan KSAP akan mempercepat proses supaya ada standar dan sistem akuntansi untuk pelaporan keuangan dana desa,” kata Mardiasmo.   (Baca: JK Minta Penyaluran Dana Desa Diperbaiki karena Rentan Penyelewengan)

Setelah standar akuntansi dana desa rampung, selanjutnya adalah menyusun sistem akuntansinya sesuai dengan standar yang telah ada. Untuk sistem akuntansi ini, payung hukumnya, kata Mardiasmo, adalah peraturan Menteri Dalam Negeri.

Sistem akuntansi ini juga akan disesuaikan dengan Sistem Keuangan Desa yang telah ada milik Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Penyesuaian juga harus mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa.

“Nah saya sebagai Ketua IAI akan mempercepat proses itu,” kata dia. (Baca: Sri Mulyani Andalkan Rastra dan Dana Desa untuk Dongkrak Daya Beli)

Melalui perbaikan sistem akuntansi ini diharapkan akan ada sistem akuntansi milik negara yang tunggal, bukan milik instansi per instansi. Sistem ini akan diwajibkan penggunaannya di desa-desa dalam hal pelaporan realisasi penggunaan dana desa.

“Dengan begitu juga pihak swasta tidak perlu membuat sistem akuntansi untuk desa, jadi sistemnya yang buat adalah negara, dan desa tidak perlu membayar jasa akuntansi,” kata dia.

Dengan standar dan sistem akuntansi dana desa itu, diharapkan dapat meminimalisasi potensi korupsi dalam penggunaan dana desa. Masyarakat juga bisa turut mengawasi penggunaannya karena laporan keuangan juga harus disampaikan ke masyarakat sekitar.

(Baca: Korupsi Pamekasan Terbongkar, KPK Desak Transparansi Dana Desa)

Mardiasmo mengatakan akan membuat sistem akuntansi yang sederhana agar tidak menyulitkan bagi aparatur desa. Setidaknya, sistem ini dapat memotret jumlah dana yang diperoleh dan realisasi penggunaannya.

“Penerimaan dana desa kan bukan hanya dari pemerintah pusat, ada tujuh sumber penerimaan dana, ini kan harus dicatat semuanya, nah pencatatan itu akan dilakukan dalam sistem akuntansi ini,” kata dia.

Pemerintah dan kelompok berkepentingan belakangan menyoroti dana desa terkait dengan terbongkarnya kasus penyelewenangan dana desa yang menyeret Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan Rudy Indra Prasetya. Ia ditangkap karena diduga menerima suap sebesar Rp 250 juta terkait kasus penyalahgunaan dana desa.

Rudy diduga menerima uang dari Kepala Desa Dassok Kecamatan Pademawu, Agus Mulyadi dan Kabag Administrasi Inspektorat Kabupaten Pamekasan, Noer Solehhoddin kepada Rudy di rumah dinasnya. Penyerahan tersebut dilakukan melalui Kepala Inspektorat Sucipto Utomo.

(Baca: Sri Mulyani Andalkan Rastra dan Dana Desa untuk Dongkrak Daya Beli)

Reporter: Asep Wijaya