Namasindo merupakan produsen botol minuman kemasan plastik, yang mayoritas pelanggannya adalah perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) besar. Antara lain PT Aqua Golden Mississipi (Aqua), PT Tirta Investama (VIT), PT Ades Waters Indonesia, PT Tang Mas (2 Tang), dan PT Sinar Sosro (PRIM-A).

Namasindo sempat menghadapi permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dari Bank ANZ Indonesia. Sebab, perusahaan dituding memiliki utang jatuh tempo senilai US$ 10,65 juta dan Rp 283,33 miliar. Tapi permohonan itu ditolak pengadilan karena utang tersebut tidak bisa dibuktikan.

Selain itu, Namasindo pernah menghadapi PKPU yang diajukan para pemasoknya karena dianggap tidak membayar kewajibannya.

Menurut Yuddy, BNI tengah menjalankan strategi restrukturisasi utang Namasindo dengan mengundang masuknya investor baru. Investor itu diharapkan menyuntikkan modal ke perusahaan tersebut.

Jika skema itu berhasil maka akan secara signifikan menurunkan kredit seret BNI. Sebab, kredit Namasindo Rp 1,5 triliun setara dengan 40% dari total nilai kredit seret BNI yang sebesar Rp 3,7 triliun pada semester I-2017.

Yuddy pun berharap, rasio NPL BNI di pengujung tahun nanti sebesar 2,8%. "Kami proyeksi dan optimisme kalau NPL itu minimal 2,8% sampai akhir tahun," katanya saat paparan publik BNI di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin (7/8).

Di tempat yang sama, Direktur BNI Anggoro Eko Cahyo mengatakan, NPL BNI dapat diturunkan berkat strategi pembatasan penyaluran kredit pada sektor-sektor yang berpotensi menyebabkan kredit macet.

Pembatasan tersebut tidak sampai mengganggu penyaluran kredit BNI, yang dapat tumbuh 15,4% menjadi Rp 412,18 triliun. Kredit itu terutama mengalir ke korporasi besar dan usaha kecil dan menengah (UMK). "Pertumbuhan kredit cukup mengesankan di saat pertumbuhan kredit di industri mencapai 9,5% per April 2017.”

Halaman: