Direktorat Jenderal Pajak melansir total harta yang direpatriasi atau dipulangkan wajib pajak untuk mengikuti program amnesti pajak (tax amnesty) mencapai Rp 147 triliun. Namun, kenyataannya, realisasinya masih kurang Rp 24,7 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut terdapat tiga penyebab kurangnya dana repatriasi. Penyebab pertama, kesalahan pencatatan. Sebagian harta tersebut sudah masuk sebelum berlakunya amnesti pajak namun dicatat wajib pajak sebagai harta repatriasi. Padahal, semestinya harta tersebut dihitung sebagai deklarasi dalam negeri.
Penyebab lainnya, pembatalan repatriasi akibat ketatnya regulasi dari negara-negara tempat wajib pajak menempatkan hartanya. Singapura misalnya, menerapkan ketentuan dari organisasi anti pencucian uang, Financial Action Task Force (FATF), mengenai transaksi yang mencurigakan (suspicious transaction report/STR).
Aktivitas repatriasi termasuk sebagai transaksi mencurigakan sehingga data terkait bakal diserahkan kepada penegak hukum setempat. “Ini membuat beberapa wajib pajak kesulitan repatriasi,” kata dia usai meresmikan Kartin1 di Direktorat Jenderal Pajak pusat, Jakarta, Jumat (31/3). (Baca juga: Tax Amnesty Ditutup Setoran Rp 1 Triliun Dari Wajib Pajak Kakap)
Adapula yang dipicu kesulitan merepatriasi lantaran harta berbentuk tidak likuid, seperti rumah atau surat berharga. Untuk mencairkan aset berupa rumah, misalnya, harus dijual terlebih dahulu dan membutuhkan waktu untuk mencari pembeli.
Hanya saja, Sri Mulyani tak memerinci alasan mana yang paling banyak menyebabkan kurangnya realisasi dana repatriasi. Yang pasti, wajib pajak memiliki waktu 14 hari untuk membuktikan bahwa mereka telah membawa pulang hartanya ke Tanah Air.
Jika tidak, Ditjen Pajak akan mencatatkannya sebagai harta yang belum dilaporkan. Jika demikian, wajib pajak bisa terancam sanksi berat. “Kami akan cek dari gateway (bank-bank yang menjadi gerbang masuk dana repatriasi). Kalau mereka (wajib pajak) belum bisa sampaikan bukti uangnya ada di sini, kami beri peringatan 14 hari,” tutur dia.
Ditjen Pajak mengharuskan wajib pajak untuk menahan harta repatriasinya di dalam negeri selama minimal tiga tahun, seperti yang termaktub di dalam Undang-Undang Amnesti Pajak. Para wajib pajak juga diwajibkan melapor kepada Menteri Keuangan saban tahun. (Baca juga: Jokowi: Saatnya Pengusaha Pakai Dana Repatriasi untuk Investasi)
“Artinya jika hartanya memang digunakan untuk usaha atau investasi maka bentuk laporan tersebut yang diharapkan. Hal itu dilaporkan bersamaan dengan pelaporan SPT (surat pemberitahuan pajak tahunan) sehingga laporan pertamanya adalah laporan SPT 2017 yang dilakukan pada 2018 nanti dan begitu selanjutnya,” ujar dia. (Baca juga: Repatriasi ke Pasar Modal Rp 9 Triliun, Reksa Dana Paling Diminati)