Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan baru saja menerbitkan surat utang syariah (sukuk) global 2017 senilai US$ 3 miliar atau sekitar Rp 39,9 triliun. Yang menarik, minat dari investor asal Amerika Serikat (AS) tercatat melonjak, sedangkan minat investor dari negara-negara muslim justru menurun.
Sukuk global tersebut diterbitkan dalam dua tenor yaitu lima tahun dan 10 tahun. Adapun, total permintaan yang masuk mencapai US$ 10,84 miliar. Ini artinya, sukuk mengalami kelebihan permintaan (oversubscribe) 3,6 kali. Pencapaian tersebut melebihi sukuk global tahun lalu yang mengalami oversubscribe 3,4 kali.
Secara rinci, untuk tenor lima tahun, penawaran yang masuk mencapai US$ 4,87 miliar, namun yang berhasil dimenangkan hanya US$ 1 miliar dengan imbal hasil (yield) tercatat sebesar 3,4 persen.
Dari penerbitan sukuk global tenor ini, porsi investor asal Timur Tengah dan Malaysia sebesar 27 persen atau menurun dibanding pada sukuk global tahun lalu yang mencapai 42 persen. Sementara itu, investor dari AS porsinya sebesar 21 persen, meningkat dari tahun lalu yang hanya dua persen.
Adapun, untuk tenor 10 tahun, penawaran yang masuk mencapai US$ 5,97miliar, sedangkan yang berhasil dimenangkan sebesar US$ 2 miliar dengan imbal hasil 4,15 persen.
Dari penerbitan sukuk global tenor ini, porsi investor asal Negeri Paman Sam mencapai 29 persen, naik dari sukuk global tahun lalu yang hanya 15 persen. Sementara porsi dari investor Timur Tengah dan Malaysia hanya naik tipis dari 28 persen menjadi 29 persen.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJJPR) Kementerian Keuangan Robert Pakpahan menjelaskan, penurunan porsi investor dari Timur Tengah dan Malaysia terjadi karena menurunnya harga minyak mentah dunia. Akibatnya, “Ketersediaan dana untuk investasi menurun,” kata dia di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (30/3).
Di sisi lain, permintaan dari investor AS yang meningkat seiring dengan meningkatnya kepercayaan dari investor Negeri Paman Sam tersebut. (Baca juga: Sri Mulyani: Investor Amerika Lebih Minati Surat Utang Indonesia)
Adapun, penerbitan sukuk global 2017 ini diklaim Robert sebagai penerbitan sukuk global terbesar dari penerbit di luar kawasan teluk. “Penerbitan sukuk global 2017 merupakan penerbitan US dollar global sukuk terbesar dari penerbit di luar kawasan teluk,” ujarnya. Penerbitan sukuk global terbesar di kawasan teluk dilakukan oleh pemerintah Qatar sebesar US$ 4 miliar pada 2012 lalu.
Perolehan dana dari Sukuk global 2017 ini bakal digunakan pemerintah untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017. Adapun, pemerintah menargetkan penerbitan empat Surat Berharga Negara (SBN) valuta asing (valas) untuk APBN tahun ini. (Baca juga: Pemerintah Terbitkan 4 Obligasi Valas untuk Danai APBN)
Sementara ini, yang sudah terbit baru dua SBN. Pertama, surat utang negara (SUN) global berdenominasi dolar AS senilai US$ 3,5 miliar atau Rp 47 triliun. Kedua, surat utang syariah global alias sukuk global berdenominasi dolar AS senilai US$ 3 miliar atau Rp 39,9 triliun.
Dengan demikian, maka tersisa dua SBN valas lagi yang bakal terbit. Rencananya, penerbitan dilakukan pada Semester I 2017. Kedua SBN valas yang dimaksud yakni SBN dalam mata uang euro (Eurobond) dan dalam yen (Samurai Bond).
Adapun, hingga Maret 2017, DJPPR mencatat penerbitan SBN neto telah mencapai Rp 189,8 triliun atau 47,5 persen dari target yang sebesar Rp 399,99 triliun. Namun, secara bruto, nilainya sudah sebesar Rp 265,77 triliun atau 38,71 persen dari target Rp 686,5 triliun.