Tertahan Rp 13.300, BI: Rupiah di Bawah Nilai Fundamental

Arief Kamaludin|Katadata
24/3/2017, 18.30 WIB

Deputi Gubernur Bank Indonesia Mirza Adityaswara menyebut, nilai tukar rupiah yang berada di kisaran Rp 13.300 per dolar Amerika Serikat (AS) berada di bawah nilai fundamentalnya (undervalued). Meski begitu, dia menilai level rupiah saat ini cukup baik bagi perekonomian Indonesia.

"Tidak terlalu kuat, juga tidak terlalu lemah. Tapi ya masih sedikit undervalued. Jadi kami comfortable," ujar dia di Kompleks BI, Jakarta, Jumat (24/3). Salah satu penyebabnya, sentimen positif investor serta pelemahan dolar AS pasca kenaikan bunga dana bank sentral AS alias Fed Fund Rate.

Pada perdagangan Jumat ini, rupiah ditutup melemah tipis 0,02 persen menjadi Rp 13.326 per dolar AS. Rupiah sempat bertengger di kisaran 13.400 pada awal dan akhir Januari, namun kemudian menguat ke kisaran Rp 13.300 dan bertahan di level itu hingga sekarang. (Baca juga: Cegah Perang Dagang dan Mata Uang, Negara G20 Berunding Lagi)

Menurut Mirza, kondisi rupiah saat ini juga lebih baik dibanding ketika AS mulai mengumumkan soal penghentian stimulus moneternya alias tapering off pada 2013 lalu. Saat itu, volatilitas rupiah mencapai lebih dari 12 persen. Sedangkan yang terjadi sekarang ini, volatilitas rupiah di bawah tiga persen.

Ia menilai, situasi sekarang ini menunjukkan kestabilan dan persepsi investor yang positif terhadap Indonesia. "Tapi kami enggak boleh cepat puas diri, karena pekerjaan masih banyak. Ada tantangan jaga inflasi tidak lebih dari empat persen," kata Mirza. (Baca juga: Terancam Inflasi, BI Buka Peluang Kenaikan Suku Bunga Acuan)

Ekonom CIMB Niaga Adrian Panggabean juga menyebut posisi rupiah saat ini sedikit undervalued. Kenaikan bunga dana bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Fed Fund Rate sebanyak dua kali lagi tahun ini juga kemungkinan tidak akan menggeser jauh nilai tukar rupiah. Sebab, Presiden AS Donald Trump dan Menteri Keuangannya sudah menegaskan bahwa tidak akan membiarkan dolar AS kelewat menguat.

"Makanya waktu Fed Fund Rate naik, dolar AS turun kan, karena Trump dan Menkeunya bilang enggak mau dolar terlampau kuat. Itu kan urusan politik bukan market (pasar)," kata Adrian kepada Katadata.

Penguatan dolar AS yang signifikan bakal membuat neraca perdagangan Negeri Paman Sam defisit, karena banyaknya impor. Bila nilai dolar AS tak melambung tinggi, maka nilai mata uang lainnya kemungkinan tak akan melemah terlalu dalam. Adrian memprediksi, nilai tukar rupiah bakal bergerak di kisaran Rp 12.500 hingga Rp 13.500 per dolar AS. 

Di sisi lain, Ekonom Bank Central Asia David Sumual berpendapat, semestinya nilai tukar rupiah sedikit melemah lantaran inflasi tahun ini lebih tinggi dari tahun lalu. Namun, kenyataannya nilai tukar rupiah justru cenderung turun sejak awal tahun ini.

Meski begitu, ia menilai level rupiah saat ini masih baik. "Masih oke kok," ucapnya. Penguatan rupiah seiring dengan aliran dana asing yang terus masuk. (Baca juga: BI Ramal Dana Asing di Saham dan Obligasi Tergerus Kenaikan Bunga Fed)