Bank Indonesia (BI) menegaskan perusahaan nonbank yang memiliki utang luar negeri sejak awal 2016 harus memenuhi kewajiban peringkat kredit minimum BB-. Kewajiban tersebut diatur dalam Peraturan BI tentang prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan utang luar negeri korporasi nonbank.
Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo mengungkapkan, terdapat 538 korporasi yang wajib memenuhi ketentuan tersebut. Namun, sepanjang tahun lalu, hanya 132 korporasi yang sudah menunaikan kewajiban itu. Bila tak juga memenuhi ketentuan, BI akan mengeluarkan sanksi berupa teguran.
"Yang tidak meminta rating (peringkat), sanksinya bukan (denda) uang tetapi sifatnya teguran kepada perusahaan," kata Dody di Jakarta, Selasa (7/3). Teguran ini bisa disampaikan kepada debitur ataupun otoritas terkait, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dody mengakui, kepatuhan korporasi nonbank memenuhi aturan ini masih rendah karena kurangnya sosialisasi. Padahal, ketentuan tersebut bertujuan agar pemberi pinjaman bisa mengetahui kemampuan bayar perusahaan (debitur).
Dia juga yakin, target minimal BB- cukup moderat atau bisa dipenuhi oleh perusahaan. Syaratnya minimum BB- seharusnya tidak terlalu tinggi sehingga menggagalkan debitur mendapat utang. "Jadi ini konteks moderat supaya mereka bisa dapat pinjaman. Kalau rating-nya di bawah BB- maka risikonya tingg. Pengalaman krisis begitu soalnya," kata dia. (Baca juga: 173 Perusahaan Berpotensi Rugi Kurs dari Utang Valas)
Dody yakin, kepatuhan korporasi memenuhi aturan ini akan meningkat seiring dengan kebutuhan pembiayaan juga naik. Sebab, teguran dari BI juga nantinya akan memengaruhi reputasi dari perusahaan.
"Kalau kami lihat debiturnya perusahaan asing lalu tidak dapat rating dan ditegur BI, itu catatan atau record yang kurang baik bagi mereka. Makanya mereka akan comply (patuh)," ujar dia.
Deputi Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Riza Tyas menambahkan, mayoritas perusahaan yang patuh dengan aturan ini adalah perusahaan publik yang mencatatkan sahamnya di bursa. Menurut dia, perusahaan publik sudah terbiasa dengan aturan ini sehingga bisa lebih patuh. (Baca juga: Utang Luar Negeri Melaju, BI: Cadangan Devisa Kuat)
"Kami akan sampaikan teguran (bagi yang tidak taat) Kalau tiga kali tidak ditaati lalu kami akan hubungi kreditur, diharapkan itu akan mendorong pemenuhan kepatuhan," kata Riza.