Dipertanyakan DPR, Sri Mulyani Tak Mau Bail Out Bumiputera

Arief Kamaludin|KATADATA
23/2/2017, 08.00 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, negara tidak lagi menyediakan dana talangan untuk menyelamatkan institusi keuangan. Pernyataan tersebut menanggapi banyaknya pertanyaan dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tentang upaya penyelamatan perusahaan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera.

Sri Mulyani meminta anggota parlemen menerapkan semangat penyehatan perusahaan dari dalam (bail in), bukan lagi dengan dana talangan dari anggaran pemerintah (bail out). Hal ini sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK).

“Dari para anggota (Komisi XI), saya bisa rasakan bahwa Anda ingin membawa ke sini lagi (upaya penyehatan dari keuangan negara). Baru saja UU (PPKSK) ini dikeluarkan, supaya tidak ada bail out. Tapi baru ada (persoalan) asuransi, ada spirit untuk kami tanggung jawab,” kata Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Rabu (22/2).

(Baca juga: Selidiki Masalah Bumiputera, Komisi Keuangan DPR Bentuk Panja)

Ia pun mengingatkan, Komisi Keuangan dan Kementerian Keuangan berperan penting guna menjaga agar anggaran negara tidak melebihi batas defisit tiga persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Maka itu, UU PPKSK menekankan penyelamatan perusahaan dari dalam.

“Komisi XI dan Kementerian Keuangan adalah penjaga akhir, kalau sedikit-sedikit digolkan ya jebol (anggaran),” ujar dia. “Bukan saya intervensi, tapi saya tahu betul pada akhirnya situasi kalau terjadi apa-apa itu ya (penangannya) ke keuangan negara. Karena itu jadi liability-nya (kewajiban) negara.”  

(Baca juga: Pengelola Buka-bukaan, Bumiputera Terancam Defisit Tiap Tahun Rp 2,5 T)

Sebelumnya, dalam rapat tersebut, beberapa anggota Komisi XI mempertanyakan pengawasan industri keuangan secara keseluruhan, termasuk sektor asuransi. Anggota dari Fraksi PDI Perjuangan Indah Kurnia menjelaskan, dirinya menanyakan hal tersebut lantaran melihat kesulitan keuangan yang tengah dialami AJB Bumiputera. Pertanyaan serupa juga disampaikan oleh Rudi Hartono dari Fraksi Partai Demokrat.

(Baca juga: Dibahas KSSK, Sri Mulyani: Masalah Bumiputera Ditangani OJK)

Sementara itu, Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Andreas Eddy Susetyo mempersoalkan payung hukum perusahaan mutual atau usaha bersama di Indonesia. Sebab, AJB Bumiputera berjenis usaha mutual. Dia khawatir, tidak tersedianya payung hukum yang tegas akan berpengaruh pada jalannya usaha mutual tersebut.

Sri Mulyani pun mengusulkan adanya pembahasan tersendiri mengenai kondisi perasuransian jika hal itu diinginkan oleh Komisi XI. Namun, ia menegaskan bahwa dari dua kali simulasi yang dilakukannya bersama anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), kondisi saat ini masih normal. (Baca juga: Dibahas KSSK, Sri Mulyani: Masalah Bumiputera Ditangani OJK)

“Dari dua simulasi yang full dress (secara lengkap dari sisi pemangku kebijakan dan indikatornya), (nanti) bisa kami sampaikan, bagaimana kami lihat titik-titik rawan atau yang perlu kami waspadai, sehingga secara politik ada hubungan yang baik,” kata Sri Mulyani.

Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa KSSK juga selalu melaporkan kondisi stabilitas sistem keuangan dan makroekonomi kepada Presiden Joko Widodo secara berkala. Hal ini dalam rangka untuk mengantisipasi terjadinya krisis.

Kan tidak fair (adil), Presiden tidak ikut rapat KSSK, tiba-tiba ‘Pak, ini krisis biayanya segini.’ Lalu Presiden tidak bisa ngapa-ngapain. Makanya hubungan politik dan legal itu semua harus dijaga,” ujar Sri Mulyani. (Baca juga: Dipimpin Mantan Bos AXA, Asuransi Baru Bumiputera Ingin Rajai Pasar)

Ketua Komisi XI Melchias Markus Mekeng pun mengakui bahwa selama ini persoalan kecil yang dihubungkan dengan politik berujung menjadi besar. Sama hal-nya dengan kasus dana talangan Bank Century pada periode 2008-2009. “Memang masalah kecil kalau kena politik jadi besar. Kasus Century juga begitu,” ujar dia.