Selidiki Masalah Bumiputera, Komisi Keuangan DPR Bentuk Panja
Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat membentuk panitia kerja (panja) guna mendalami persoalan yang membelit Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera. Meski membentuk panja, anggota dewan berjanji tidak akan mengutak-atik skema yang sudah diputuskan pengelola statuter AJB Bumiputera dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Ketua Komisi Keuangan (Komisi XI) Melchias Markus Mekeng menjelaskan, panja dibentuk untuk memahami secara detail persoalan yang dialami perusahaan. “Yang kami mau tahu kan kenapa kok tiba-tiba bolong besar begitu. Jangan-jangan ada tangan jahil yang menggunakan uang asuransi ini dengan tidak benar dan yang dirugikan nasabah asuransi,” katanya usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan OJK dan pengelola statuter AJB Bumiputera di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Selasa (7/2).
Bila komisi sudah mengetahui persoalan detailnya, maka bisa diputuskan langkah selanjutnya. Bila ada pelanggaran pidana maka akan diselesaikan di jalur hukum, sedangkan persoalan mismanajemen akan diselesaikan sesuai aturan OJK.
Mekeng pun mendorong dilakukannya audit forensik untuk mengetahui penyebab penurunan tajam nilai aset perusahaan. “Kalau memang perlu dilakukan forensik kan ya dilakukan,” ujarnya. Jadi, dia tak bisa memastikan batas waktu tugas panja. Yang pasti, komisi tak ingin diburu-buru lantaran banyak persoalan yang harus didalami.
Sementara itu, Anggota Komisi XI dari Fraksi Golkar Misbakhun menyatakan, keputusan komisi membentuk panja juga karena mempertimbangkan dampak pembahasan tersebut terhadap persepsi masyarakat. “Kami ingin supaya data yang ada hati-hati sampai ke masyarakat dengan resonasi yang lebih halus. Kalau data itu dibuka tanpa orang tahu, persoalan sebenarnya bisa timbulkan salah tafsir,” kata dia.
(Baca juga: Babak Baru Kisruh Bumiputera, Ketua Perwakilan Pemegang Polis Mundur)
Nantinya, lanjut Misbakhun, dalam pembahasan di panja, OJK dan pengelola statuter punya hak suara untuk menyampaikan pendapat dan mempertahankan skema yang sudah dibuat. Sementara pembahasan berlangsung, skema restrukturisasi masih bisa berjalan. (Baca juga: Asuransi Baru Bumiputera Milik Erick Thohir Diluncurkan Pekan Depan)
Sebagai informasi, desakan agar persoalan AJB Bumiputera dibahas dalam panja datang dari sejumlah anggota Komisi Keuangan saat rapat dengar pendapat dengan OJK, Rabu (7/2) ini. Anggota Komisi Keuangan dari Fraksi Nasional Demokrat (Nasdem) Johnny G. Platte mengusulkan dibentuk panja lantaran banyak persoalan yang perlu dialami.
Persoalan tersebut di antaranya terkait mismanajemen yang menyebabkan perusahaan merugi serta soal badan hukum mutual yang belum memiliki payung hukum tersendiri.
Desakan juga datang dari Anggota Komisi Keuangan Fraksi PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno. Ia mempertanyakan mengenai valuasi aset perusahaan dan keterlibatan Badan Perwakilan Anggota (BPA) AJB Bumiputera dalam penetapan pengelola statuter.
Di sisi lain, Anggota Komisi Keuangan dari Fraksi Golkar Edison Betaubun mempertanyakan pembayaran klaim kepada pemegang polis.
Menanggapi desakan para anggota Komisi Keuangan, Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Haddad menyatakan dukungannya agar pembahasan detail dilakukan di panja. Meski begitu, dia sempat menjelaskan secara umum mengenai persoalan AJB Bumiputera.
(Baca juga: Pengelola Buka-bukaan, Bumiputera Terancam Defisit Tiap Tahun Rp 2,5 T)
Menurut dia, perusahaan asuransi tertua di Indonesia tersebut mengalami persoalan keuangan sejak 1998 lantaran banyaknya pengelolaan investasi yang salah. Sejak saat itu, pemerintah sudah melakukan berbagai upaya guna menyehatkan perusahaan mutual itu, namun belum juga membuahkan hasil.
Muliaman mengklaim, sejak OJK turun tangan, kerugian di AJB Bumiputera tidak lagi membengkak, bahkan cenderung berkurang. “Ketika periode masa OJK, bolong itu bisa kami pertahankan tidak bertambah bahkan sedikit alami perbaikan."
Ia pun menekankan, keputusan OJK mengangkat pengelola statuter untuk menggantikan direksi dan komisaris juga sesuai ketentuan undang-undang yaitu Pasal 62 Undang-Undang (UU) Perasuransian. Pada pasal tersebut dinyatakan, OJK dapat menonaktifkan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum koperasi atau usaha bersama, serta bisa menetapkan pengelola statuter untuk mengambil alih pengelolaan.
(Baca juga: Berdebat soal Penyelamatan, Dua Pengelola Bumiputera Mundur)
“Justru kami khawatir, kami disalahkan, dengan adanya aturan ini (lalu kami tidak membentuk pengelola statuter) tapi perlindungan konsumen tidak kami jaga. Kerugian ini tentu tidak bisa kami biarkan,” ujar Muliaman. Ia pun meyakinkan bahwa institusinya menyusun skema restrukturisasi dengan fokus untuk melindungi kepentingan pemegang polis.