Dalam sebulan terakhir, mata uang rupiah cenderung bergerak stabil terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Meskipun dolar AS terus melemah akibat ketidakpastian kebijakan perekonomian dalam negeri Amerika. Setidaknya ada dua faktor yang menyebabkan rupiah tidak berfluktuasi terlalu besar.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah hari ini diperdagangkan pada level 13.312 per dolar AS. Nilainya tidak beranjak jauh dari awal bulan ini yaitu 13.368 per dolar AS. Begitu pula jika dibandingkan dengan sebulan sebelumnya yang sebesar 13.308 per dolar AS pada 10 Januari lalu.
Padahal, dalam periode yang sama, beberapa mata uang di kawasan Asia menguat signifikan terhadap dolar AS. Di antaranya, ringgit Malaysia, bath Thailand, dolar Singapura, dan rupee India yang menguat sekitar 1 persen.
(Baca: KSSK Pantau Tiga Faktor Domestik Pengganggu Stabilitas Keuangan)
Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo mengatakan, kondisi yang terjadi saat ini adalah dolar AS melemah terhadap semua mata uang, termasuk rupiah. Pelemahan ini karena ketidakpastian, baik ekonomi ataupun politik, di AS yang meningkat.
"Ini karena kondisi ketidakpastian di AS dan ada bentuk-bentuk perselisihan di AS yang membuat dolar AS melemah. Akibatnya mata uang lain termasuk rupiah menguat," katanya di kompleks BI, Jakarta, Jumat (10/2).
Namun, Agus menyangkal BI menjalankan strategi intervensi agar rupiah tidak menguat signifikan sehingga dapat mengganggu kegiatan ekspor. Strategi defensif tersebut dilakukan pada won Korea Selatan (Korsel) ataupun yen Jepang.
(Baca: Jelang Pelantikan Trump, Rupiah dan Mata Uang Asia Menguat)
Selain faktor eksternal, menurut Agus, pergerakan rupiah juga terjaga oleh kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang kuat. Hal ini tercermin dari pertumbuhan ekonomi sebesar 5,02 persen dan inflasi 3,02 persen pada tahun lalu. Adapun, defisit transaksi berjalan (current account defisit/CAD) diprediksi 1,8 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2016.
Agus menekankan, BI akan menjaga inflasi pada kisaran target empat persen plus minus satu persen tahun ini. Selain itu, fokus menjaga indikator ekonomi sehingga rupiah tidak bergejolak akibat persepsi pasar yang berlebihan.
Ia menambahkan, cadangan devisa (cadev) per akhir Januari lalu sebesar US$ 116,9 miliar cukup untuk membiayai 8,7 bulan impor. Bahkan, sanggup membiayai 8,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri (ULN) pemerintah.
Atas dasar itu, Agus memastikan ketahanan kebijakan BI untuk menjaga nilai tukar rupiah. Secara fundamental, ia meyakinkan perekonomian Indonesia stabil dan berdaya tahan untuk menghadapi tekanan eksternal.
(Baca: Menkeu Sebut Tantangan Ekonomi 2017: Trump, Brexit, Cina)
"Kami komunikasi seperti itu (kepada pasar) untuk memberi tahu, itu loh fundamental ekonomi Indonesia berdaya tahan dan stabil. Kami tidak ingin katakan oh emerging market akan kena dampak kebijakan fiskal atau perdagangan AS."