Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana menerbitkan empat kebijakan baru untuk menjaga stabilitas sistem keuangan pada tahun ini. Kebijakan tersebut bakal berfokus pada penguatan pengawasan, manajemen risiko, dan peningkatan kapasitas industri jasa keuangan nasional.
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Haddad menuturkan, kebijakan pertama yang akan diluncurkan yaitu terkait konglomerasi keuangan. OJK bakal mengatur pengelolaan risiko likuiditas, manajemen permodalan, dan transaksi di dalam grup atau intragroup transaction exposures.
Aturan ini dikeluarkan untuk melengkapi ketentuan mengenai kecukupan modal, manajemen risiko, dan tata kelola konglomerasi keuangan sebelumnya.
Menurut Muliaman, penyempurnaan kerangka peraturan dan pengawasan konglomerasi keuangan ini penting karena daya tahan sektor jasa keuangan sangat dipengaruhi oleh kondisi konglomerasi keuangan. "Konglomerasi keuangan ini menguasai tiga perempat pangsa pasar keuangan di Indonesia, makanya harus kami atur," katanya saat Pertemuan Awal Tahun Pelaku Industri Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (13/1).
OJK juga akan meluncurkan kebijakan yang bertujuan memastikan ketersediaan likuiditas untuk pembiayaan pembangunan. OJK akan menginisiasi pembentukan Lembaga Pendanaan Efek (securities financing) yang berfungsi sebagai penyedia likuiditas, sekaligus meningkatkan efisiensi penyelesaian transaksi efek.
"Kami juga akan mendorong perusahaan efek melakukan konsolidasi, dengan mewajibkan peningkatan modal dan penerapan tata kelola agar memiliki kapasitas dan daya saing yang lebih baik," ujar dia.
Selain itu, OJK merevisi ketentuan investasi oleh perusahaan asuransi dan dana pensiun, agar kedua perusahaan ini meningkatkan investasinya di pasar modal. Namun, tetap memerhatikan kapasitas manajemen risiko yang ada. (Baca juga: Cegah Kejahatan, OJK Atur Ketat Peminjaman Uang secara Virtual)
OJK pun memastikan implementasi alat pengawasan likuiditas perbankan berupa Liquidity Coverage Ratio (LCR) bisa berjalan baik dan efektif di 2017. "Pada waktu yang tepat, LCR ini menurut saya layak diterapkan terhadap seluruh bank, agar monitoring likuiditas perbankan menjadi lebih akurat dan tindakan pengawasan yang diambil akan lebih tepat," kata Muliaman.
Melengkapi alat pengawasan terhadap likuiditas perbankan, OJK juga berencana menerbitkan ketentuan Net Stable Funding Ratio (NSFR) yang akan diterapkan pada Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) III dan IV, serta bank asing di tahun ini. (Baca juga: Jokowi Desak Bank Memacu Kredit Tumbuh 12 Persen Tahun Ini)
Berikutnya, kebijakan OJK lain adalah segera menerbitkan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK). Terutama aturan mengenai ketentuan mengenai rencana pemulihan (recovery plan) bagi Bank Sistemik. Ketentuan ini akan memperjelas konsep bail-in, untuk membantu bank yang mengalami persoalan likuiditas dan solvabilitas.
OJK juga akan melengkapi pengaturan soal ini dengan menerbitkan beleid penyempurnaan tindak lanjut pengawasan bank (exit policy) dan pendirian bank perantara (bridge bank).
Terakhir, OJK juga akan menerbitkan kebijakan untuk mendorong bisnis industri keuangan nonbank tumbuh sehat dan berkelanjutan. Tahun ini, OJK menargetkan peraturan turunan dari UU Perasuransian selesai. Aturan turunan yang dimaksud yakni ketentuan asuransi usaha bersama, penjaminan terhadap pemegang polis, dan kepemilikan asing.
Selain itu, OJK mendorong pendirian Perusahaan Penjaminan Kredit Daerah (PPKD) pada tingkat kabupaten dan kota.