Keresahan seputar program pengampunan pajak (tax amnesty) kembali melanda masyarakat luas. Kali ini, gara-gara surat elektronik yang dikirimkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kepada sekitar 204.125 orang wajib pajak sejak pekan lalu. Surat itu memuat daftar panjang harta para wajib pajak yang dinilai belum dilaporkan dan ajakan untuk mengikuti tax amnesty.

Seorang pegawai bank di Jakarta Pusat mengaku menerima surat elektronik itu pada awal pekan lalu. Isinya memuat sejumlah hartanya yang belum dilaporkan kepada Ditjen Pajak, yaitu sebidang tanah dan tiga kendaraan bermotor. Anehnya, identitas ketiga motor itu sama, termasuk pelat nomornya.

Ia mengaku, semua harta yang belum dilaporkannya itu diperoleh dari penghasilan yang sudah dikenakan pajak. "Jadi, saya mau membetulkan SPT (surat pemberitahuan) pajak saja," kata perempuan berusia awal 30 tahun itu. Persoalannya, dia harus kerepotan mengumpulkan lagi bukti SPT tahun-tahun sebelumnya.

Muliani juga menerima surat elektronik berisi daftar hartanya yang belum dilaporkan kepada Ditjen Pajak. Di antaranya terdapat harta kendaraan bermotor yang sejak bertahun-tahun lalu telah berpindah tangan. "Kenapa Ditjen Pajak kembali mengejar para wajib pajak kecil, yang hartanya sebenarnya diperoleh dari penghasilan yang sudah dipotong pajak," katanya. 

Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi mengaku menerima banyak pertanyaan dari para wajib pajak perihal surat elektronik yang mereka terima. "Sudah banyak Whatsapp yang masuk ke saya, (isinya) ‘saya sudah terima e-mail mengenai harta yang belum dilaporkan’. Saya bilang, ‘ikut pengampunan pajak saja’,” katanya, Rabu (21/12) lalu.

Seperti diketahui, DJP mencatat ada 204.125 wajib pajak yang belum mengikuti program tax amnesty. Wajib pajak tersebut hanya melaporkan 212.270 data hartanya dalam SPT Tahunan pajak penghasilan (PPh).

Padahal, berdasarkan data yang dimiliki DJP, terdapat 2 juta item harta yang semestinya dilaporkan. Mereka diharapkan mengikuti program amnesti pajak periode II yang berakhir Desember ini agar mendapatkan tarif tebusan lebih rendah.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan, wajib pajak boleh mengabaikan surat elektronik tersebut jika dirasa tidak benar.

“Kalau ada yang merasa datanya tidak benar, abaikan saja. Tidak apa-apa atau buat penjelasan melalui surat bahwa asetnya kenapa? Gitu, bisa,” katanya kepada Katadata, Jumat (23/12). (Baca juga: Pemerintah Surati 200 Ribuan Wajib Pajak yang Sembunyikan Harta)

Yoga juga mempersilakan bila wajib pajak memilih melakukan pembetulan SPT tahunan pajak, bukan mengikuti tax amnesty. Sebab sesuai dengan UU Pengampunan Pajak, tidak ada paksaan terhadap wajib pajak.

DJP merasa pengetahuan seperti ini sudah dipahami oleh masyarakat, sehingga tidak perlu lagi sosialisasi tambahan. Namun untuk surat berikutnya, DJP berinisiatif mencantumkan opsi lain bagi wajib pajak yang tidak berminat ikut amnesti pajak.

Adapun soal validitas data harta wajib pajak, Yoga menekankan, data yang disampaikan DJP berasal dari sumber-sumber yang kredibel. Sebab, DJP mengacu pada aturan dalam  Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Untuk tanah, misalnya, DJP bisa mendapatkan data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sejauh ini, DJP hanya belum bisa mendapat informasi dari perbankan karena terbentur peraturan.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai perlu ada sosialisasi tambahan untuk menjelaskan perihal surat peringatan tersebut. Sebab DJP juga perlu hati-hati atas akurasi data yang dimiliki. Bila tidak akurat, selain membebani wajib pajak, hal itu akan menurunkan kepercayaan masyarakat atas sistem administrasi perpajakan.

“Belum lagi nuansa ancaman yang bisa menurunkan trust dan kesan sewenang-wenang. Sebaiknya ada validasi terlebih dahulu sebelum (surat) dikirim,” kata Prastowo. (Baca juga: Ikut Tax Amnesty, Cuma 1 Persen WNI di Singapura Pulangkan Harta)

Sekadar informasi, awal pekan ini DJP mengirim surat elektronik kepada 204.125 wajib pajak. Langkah itu ditempuh DJP lantaran masih ada harta yang belum dilaporkan wajib pajak tersebut dalam SPT-nya. Sebagai gambaran, 200 ribuan wajib pajak tersebut baru melaporkan 212.270 item harta. Padahal, berdasarkan data DJP semestinya ada 2 juta item harta yang dilaporkan. 

Rencananya, DJP akan kembali mengirimkan surat elektronik di periode berikutnya untuk mengajak lebih banyak wajib pajak mengikuti tax amnesty.