Pemerintah Pantau Banyak Aset Konglomerat Belum Ikut Tax Amnesty

Katadata | Arief Kamaludin
Para pengusaha yang tergabung dalam Kadin Indonesia mendaftar tax amnesty secara bersamaan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, 27 September lalu.
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Yura Syahrul
13/12/2016, 18.35 WIB

Berdasarkan pantauan pemerintah, masih banyak aset para konglomerat yang belum diungkapkan dalam program pengampunan pajak (tax amnesty). Karena itu, menjelang berakhir periode kedua program tersebut, pemerintah gencar melakukan sosialisasi ke para orang superkaya tersebut.

Hingga Senin (13/12) ini, nilai deklarasi harta program pengampunan pajak yang bergulir sejak medio Juli lalu telah mencapai Rp 4.000 triliun. Pencapaian itu terdiri dari deklarasi dalam negeri dan luar negeri masing-masing Rp 2.870 triliun dan Rp 988 triliun. Sedangkan dana yang dibawa masuk ke dalam negeri atau repatriasi sebesar Rp 144 triliun.

Para konglomerat sempat berbondong-bondong mengikuti program ini menjelangnya berakhir periode pertama pada pengujung September lalu. Namun, pemerintah melihat sebagian konglomerat belum mengikuti amnesti pajak.

Karena itulah, Presiden Joko Widodo sempat mengundang 500 wajib pajak besar atau prominent ke Istana Negara pada Jumat malam pekan lalu. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan, sebanyak 242 orang tamu undangan tersebut termasuk dalam daftar orang terkaya Indonesia versi majalah Forbes dan Globe Asia tahun 2015.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, pemerintah tidak cuma mengajak sebagian konglomerat yang belum mengikuti amnesti pajak. Selain itu, pemerintah juga mengimbau orang-orang superkaya yang sudah ikut program tersebut untuk memeriksa kembali hartanya.

Penyebabnya, berdasarkan catatan pemerintah, masih banyak aset para konglomerat itu yang belum dilaporkan. “Jadi kami imbau lagi untuk ikut Surat Penyampaian Harta (SPH) kedua, kan ada kemungkinan di periode pertama terburu-buru,” ujar dia kepada Katadata, Selasa (13/12).

Di sisi lain, Sri Mulyani mengungkapkan, masih ada delapan orang terkaya Indonesia yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Namun, ia enggan menyebut secara spesifik identitas orang-orang tersebut.

Menurut Hestu, warga negara Indonesia (WNI) memang dimungkinkan tidak memiliki NPWP karena beberapa faktor. Salah satunya adalah WNI yang bersangkutan tidak tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu setahun, sehingga bukan merupakan subyek pajak dalam negeri.

Meski begitu, Ditjen Pajak tetap mengawasi pemenuhan kewajiban perpajakan dari perusahaan-perusahaan yang dimiliki para WNI tersebut. Sebab, dia menambahkan, pemerintah tengah fokus melakukan sosialisasi agar peminat amnesti pajak meningkat.

Hingga saat ini, wajib pajak yang mengikuti program pengampunan pajak ini baru mencapai 501 ribu orang atau badan dari total 26,8 juta wajib pajak yang terdaftar. Uang tebusan yang didapat juga baru Rp 95,8 triliun dari target Rp 165 triliun.

Yoga mengaku, sulit menetapkan target amnesti pajak karena program ini baru dilakukan. “Sulit buat perkiraan yang akurat berapa. Kami bekerja sajalah, mengimbau. Di kantor pusat juga sudah siap membuka pendaftaran.”