Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menyimpulkan kondisi stabilitas sistem keuangan pada kuartal III-2016 dalam kondisi baik dan terkendali. Meskipun rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) di perbankan semakin tinggi, yakni 3,22 persen secara gross dan 1,4 persen nett per Agustus lalu.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, kestabilan sistem keuangan didukung oleh penguatan kurs rupiah dan kinerja pasar saham yang membaik. Selain itu, ditopang oleh perbaikan kinerja fiskal sebagai dampak dari pemangkasan belanja dan implementasi program pengampunan pajak (tax amnesty) tahap pertama.
"Hal ini didukung oleh kebijakan seperti penyesuaian APBN-P 2016, pelaksanaan amnesti pajak, pengendalian inflasi, dan penurunan suku bunga acuan," ujar Sri Mulyani di usai rapat KSSK di Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (24/10).
(Baca: OJK Siapkan Antisipasi Perluasan Kredit Bermasalah)
Meski begitu, KSSK mencermati beberapa risiko yang dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan ke depan, baik dari dalam maupun luar negeri. Dari dalam negeri, Sri Mulyani melihat risiko berasal dari perlambatan ekonomi akibat pelemahan perdagangan internasional dan harga komoditas yang rendah.
Selain itu, risiko sistem keuangan berasal dari penurunan eksposur utang korporasi, serta kehati-hatian perbankan mengantisipasi tekanan kredit bermasalah .
Sedangkan dari eksternal, risiko terkait dengan rencana kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) yakni Fed Rate, ditambah dengan dampak keluarnya Inggris dari Uni Eropa yang dikenal dengan Brexit.
Kedua hal itu memberi tekanan terhadap pasar modal dan pasar Surat Berharga Negara (SBN). Faktor lainnya adalah pertumbuhan ekonomi global tahun ini dan 2017 yang diperkirakan lebih rendah dari prediksi semula, dan harga komoditas yang masih berpotensi turun.
Selain itu, perkembangan ekonomi Cina yang perlu terus dipantau dan diantisipasi dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi domestik. (Baca: Ketika Bank-bank Diterjang Lonjakan Kredit Bermasalah)
Sri Mulyani memastikan otoritas yang tergabung dalam KSSK yakni Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Menteri Keuangan akan berupaya meningkatkan kepercayaan pasar. Dengan begitu, stabilitas sistem keuangan tetap terjaga dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad menjelaskan, perbankan sudah mempersiapkan diri menghadapi tren kenaikan NPL dengan meningkatkan porsi pencadangan. Hal itu bisa dilihat dari rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) yang mencapai 23 persen.
Karena itu, dia yakin perbankan mampu menyerap risiko yang mungkin timbul. "Kenaikan NPL didukung CKPN (Cadangan Kerugian Penurunan Nilai) yang dimiliki bank secara keseluruhan sehingga NPL secara nett 1,4 persen ini normal di bawah lima persen," kata Muliaman.
(Baca: Perbankan Sulit Turunkan Bunga Kredit Terkendala Likuiditas Ketat)
Sementara itu, pertumbuhan kredit pada Agustus lalu melambat menjadi 6,83 persen. Atas dasar kondisi tersebut, Muliaman memperkirakan kredit hanya tumbuh 6-8 persen tahun ini, atau lebih rendah dari perkiraan semula 10-12 persen.
Yang menarik, pertumbuhan kredit rupiah lebih tinggi dibanding periode sama tahun lalu. Menurut dia, hal ini semestinya menjadi peluang bagi perbankan menyalurkan kredit ke sektor-sektor yang berpotensi maju di tahun-tahun mendatang. ”Banyak sektor prioritas yang ditetapkan pemerintah, seperti pariwisata, kemaritiman, pangan, dan yang lain," katanya.