Pemerintah dan DPR Minta Mahkamah Tolak Uji Materi Tax Amnesty

Arief Kamaludin (Katadata)
20/9/2016, 22.00 WIB

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat kompak meminta Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi atau judicial review Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak yang diajukan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan kelompok masyarakat lainnya. Pemohon dinilai tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk menggugatnya. 

Alasannya, pemohon, yang mengaku mewakili masyarakat miskin, sebetulnya tidak dirugikan dengan undang-undang tersebut. "(UU Pengampunan Pajak) jelas-jelas tidak mengakibatkan kerugian konstitusional bagi siapa pun,” kata Sri saat memberikan keterangan mewakili pemerintah di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa, 20 September 2016. (Baca juga: Sri Mulyani: Hubungi Saya Jika Ada yang Halangi Ikut Tax Amnesty).

Menurut Sri Mulyani, Mahkamah menetapkan lima syarat kumulatif terkait kerugian hak atau kewenangan konstitusional yang harus dipenuhi oleh pemohon uji material. Namun, dari lima syarat tersebut, hanya satu yang terpenuhi, yaitu persamaan dan jaminan kepastian hukum. Adapun empat syarat lainnya terkait kerugian yang dialami para pemohon dianggap tak terpenuhi.

Pemerintah berargumen, dalil adanya kerugian berupa diskriminasi dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak tidak berdasar. Alasannya, aturan tersebut berlaku bagi seluruh warga negara, kecuali untuk wajib pajak yang sedang dalam masa persidangan dengan kelengkapan berkas perkara yang mencukupi. 

Selain itu, pemerintah juga menepis argumen bahwa Undang-Undang Pengampunan Pajak merugikan masyarakat miskin. Sri menjelaskan, anggapan ini juga tidak benar karena tax amnesty justru memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. Manfaat yang dimaksud yaitu aliran dana repatriasi yang akan menggerakkan perekonomian, dana tebusan yang dapat digunakan untuk pembangunan, dan terjaminnya penerimaan pajak secara berkelanjutan karena kebijakan tax amnesty menciptakan basis pajak baru.

“Dengan meningkatnya pertumbuhan di berbagai sektor perekonomian, akan tercipta lapangan kerja baru, tingkat suku bunga yang dapat dikurangi, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pergerakan ekonomi dan daya beli masyarakat,” ujar Sri.

Dia meyakinkan bahwa kebijakan pengampunan pajak dilandasi dengan pertimbangan mendalam. Rasio pajak (tax ratio) Indonesia sangat rendah. Pada 2012, rasionya baru 11,89 persen, di bawah Malaysia sebesar 15,6 persen, Singapura 13,85 persen, Filipina 12,89 persen, serta Thailand 15,45 persen. Rendahnya tax ratio di antaranya disebabkan oleh banyaknya wajib pajak di dalam maupun di luar negeri yang belum melaporkan hartanya. (Baca juga: Didominasi Harta Dalam Negeri, Tax Amnesty Tembus Rp 1.000 Triliun)

Sri mengutip studi lembaga konsultan internasional, dari total Rp 3.250 triliun harta orang-orang sangat kaya asal Indonesia, sebesar Rp 2.600 triliun di antaranya disimpan di Singapura. Selebihnya, dana tersebut tersimpan di berbagai negara termasuk Hongkong, Macau, Labuan, Luxemburg, Swiss, Panama, dan negara-negara surga pajak lainnya. Melalui kebijakan tax amnesty diharapkan dana-dana tersebut pulang ke Tanah Air. 

Selain itu, basis perpajakan nasional juga bisa meningkat sebab data aset atau harta yang diungkapkan dalam permohonan pengampunan pajak dapat dimanfaatkan untuk pemajakan di masa mendatang. Kebijakan tersebut juga diharapkan mampu meningkatkan penerimaan pajak tahun ini.

Keterangan Sri Mulyani tersebut didukung oleh Ketua Komisi Keuangan DPR Melchias Marcus Mekeng. Menurutnya, para pemohon tidak memiliki legal standing yang jelas dalam menggugat. DPR memandang kebijakan tax amnesty justru akan memberi keuntungan bagi masyarakat dan negara. (Baca juga: Pengusaha Akan Ikut Tax Amnesty Serentak Pekan Depan)

"DPR tidak sepakat dengan dalil pemohon. Tax amnesty ini juga tidak hanya diberlakukan di Indonesia, tetapi di 38 negara lainnya. Ini merupakan hak yang bisa digunakan termasuk oleh pemohon. Maka, keterangan pemohon hendaknya dapat ditolak oleh Mahkamah Konstitusi," ujar Mekeng.

Senada dengan Sri, Melchias menjelaskan bahwa selain dapat mendorong pemulangan harta dari luar negeri (repatriasi), kebijakan tax amnesty bisa meningkatkan kepatuhan pajak dan memperluas basis perpajakan sehingga ke depan penerimaan negara semakin meningkat dan mendorong pembangunan nasional.