Penerapan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) berpotensi menarik masuknya dana dalam jumlah besar ke dalam negeri. Namun, Presiden Joko Widodo mengaku khawatir kondisi tersebut bakal memicu penguatan tajam mata uang rupiah.
“Kita sempat takut, kalau rupiah terlalu kuat,” kata Jokowi saat acara diskusi membahas kebijakan pengampunan dengan para editor ekonomi di Istana Negara, Jakarta, Kamis (14/7).
Menurut Presiden, rupiah yang terlalu kuat akan menyebabkan nilai kompetitif produk-produk Indonesia di pasar internasional bakal menurun. Hal ini tentu akan mengancam nilai ekspor keluar negeri.
Apalagi, belakangan ini, banyak negara cenderung melemahkan mata uangnya agar produknya lebih kompetitif dibandingkan negara lain. Dengan begitu, nilai ekspor bakal meningkat untuk memacu pertumbuhan ekonomi.
(Baca: Pemerintah Temukan Upaya Pihak Asing Hambat Tax Amnesty)
Meski begitu, menurut Presiden, pemerintah tidak bisa menolak masuknya aliran dana dalam jumlah banyak akibat repatriasi dana hasil tax amnesty. “Dana itu akan mengalir terus,” katanya.
Belakangan ini, mata uang rupiah memang cenderung terus menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pada penutupan perdagangan di pasar spot, Kamis ini, rupiah sudah berada di posisi 13.073 per dolar AS.
(Baca: BI: Pengesahan Tax Amnesty Perkuat Rupiah)
Jika dihitung sejak Undang-Undang Tax Amnesty disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhir Juni lalu hingga saat ini, rupiah telah menguat 1 persen. Sedangkan sejak awal tahun ini, rupiah menguat 5,2 persen.
Sebelumnya, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan, penguatan rupiah seiring dengan pengesahan UU Tax Amnesty dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negera Perubahan (APBN-P) 2016. Hal itu menjadi sentimen positif bagi pasar keuangan dalam negeri.
Keputusan tersebut dinilai memberi kepastian bagi investor atau pengusaha. Ke depan, bank sentral juga melihat potensi penguatan rupiah masih terbuka. Sebab, penerapan tax amnesty semestinya membawa dana asing masuk (capital inflow) dalam jumlah besar sehingga memperbesar likuiditas. Dengan begitu, cadangan devisa bisa meningkat signifikan.
Menurut Jokowi, penguatan rupiah merupakan salah satu dampak dari penerapan kebijakan tax amnesty. Dampak lainnya adalah menambah penerimaan negara. Dalam APBN-P 2016, pemerintah menargetkan penerimaan negara dari tebusan tax amnesty sebesar Rp 165 triliun.
(Baca: Menkeu Awasi Perang Bunga Bank Imbas Tax Amnesty)
Selain itu, kebijakan tersebut bakal meningkatkan cadangan devisa negara. Sekadar informasi, per akhir Juni lalu, BI mencatat cadangan devisa sebesar US$ 109,8 miliar. Jumlahnya meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar US$ 103,6 miliar.
Dampak lain dari masuknya aliran dana repatriasi adalah likuiditas perbankan bakal bertambah. “Namun penambahan likuiditas ini harus dikelola dan disalurkan,” kata Jokowi. Berdasarkan perkiraan Kementerian Keuangan, jumlah dana repatriasi hasil pengampunan pajak bisa mencapai Rp 1.000 triliun.