Uang Muka Kredit Turun, BI: Tak Optimal Tanpa Peran Pemerintah

Agung Samosir | KATADATA
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Yura Syahrul
27/5/2016, 15.40 WIB

Sebelumnya, Gubernur BI Agus Martowardojo menyatakan, pelonggaran LTV ini terkait dengan kebijakan BI memperkenankan rumah kedua dan seterusnya menggunakan sistem indent atau pemesanan lebih dulu, serta uang muka lebih murah. Kebijakan yang bakal dirilis dalam tahun ini tersebut diharapkan bisa mendorong permintaan kredit properti.

Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI) Asmawi Syam merespons positif rencana BI melonggarkan LTV tersebut. Kebijakan itu dinilai mampu meningkatkan kemampuan masyarakat mengajukan KPR. Dengan permintaan yang meningkat, perbankan tinggal mengkaji langkah atau strategi meminimalisir risiko gagal bayar atau kenaikan kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL).

Di sisi lain, BI tengah mengkaji kebijakan untuk melonggarkan likuiditas sehingga perbankan bisa lebih leluasa menyalurkan kreditnya. Salah satunya adalah merevisi Peraturan BI (PBI) Nomor 15 Tahun 2013 tentang kewajiban penyediaan modal minimum bank umum. Beleid itu mengatur, selain harus memenuhi komitmen modal minimum sesuai profil risiko, bank wajib memenuhi tambahan modal.

Bentuk tambahan modal tersebut yakni capital conservation buffer, countercyclical buffer, dan capital surcharge bagi bank berdampak sistemik. Capital conservation buffer merupakan tambahan modal yang berfungsi sebagai penyangga jika terjadi kerugian pada periode krisis terhadap kelompok Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) III dan IV.

(Baca: Perbankan Optimistis Bunga Acuan Baru Bisa Memacu Kredit)

Sedangkan countercyclical buffer adalah tambahan modal yang berfungsi sebagai penyangga untuk mengantisipasi kerugian, jika terjadi pertumbuhan kredit yang berlebihan sehingga berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangn. Penentuan besarannya akan ditentukan oleh BI tergantung pada perkembangan pertumbuhan kredit bank.

Kalau siklus kredit menurun, maka modal penyangga itu yang akan digunakan untuk menaikan kredit. “Ketika sudah ada tanda-tanda penurunan (kredit), buffer rate-nya kami turunkan menjadi nol sejak Desember tahun lalu,” kata Yati. Kini, setelah enam bulan berlalu, kajian BI menunjukkan perlambatan penyaluran kredit masih terjadi sehingga tingkat modal penyangga nol persen tetap dipertahankan.

Halaman: