Pembahasan RUU JPSK Penangkal Krisis Hampir Rampung

Arief Kamaludin|KATADATA
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad
Penulis: Yura Syahrul
10/2/2016, 16.07 WIB

KATADATA - Setelah lama tak terdengar kabarnya, ternyata pembahasan rancangan undang-undang (RUU) Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) hampir rampung. Pemerintah memperkirakan beleid pengakal krisis keuangan ini bisa tuntas pada Maret mendatang.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengungkapkan, Forum Komite Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) menggelar rapat koordinasi di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu pagi ini (10/2). Rapat yang juga dihadiri oleh Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D. Haddad dan Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Fauzi Ichsan ini membahas perkembangan penyelesaian RUU JPSK.

"Kami sedang dalam kombinasi saja dan kami sambut baik inisiatifnya untuk bisa koordinasi," kata Agus seusai rapat FKSSK. Namun, dia tidak menjelaskan lebih lanjut poin-poin pembahasan dalam rapat tersebut.

(Baca: Ada 9 Pokok Masalah, RUU JPSK Bisa Rampung sebelum Akhir Tahun)

Sementara itu, Muliaman mendapat laporan bahwa pembahasan RUU JPSK sudah mengalami banyak kemajuan dan beberapa pokok pembahasan yang mengerucut. Termasuk soal peran presiden dalam menetapkan kondisi krisis ekonomi. Karena itu, dia optimistis beleid penangkal krisis keuangan tersebut bisa disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam waktu dekat ini. “Sudah banyak kemajuan (pembahasannya). Saya kira dalam waktu dekatlah, tidak terlalu lama,” katanya.

(Baca: Status Krisis Ekonomi, DPR - Pemerintah Beda Pandangan)

Pada kesempatan terpisah, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara mengatakan, masih ada beberapa persoalan dalam RUU JPSK yang perlu dibahas. Salah satunya, usulan DPR agar presiden yang menetapkan kondisi ekonomi disebut krisis. "(Persoalan peran Presiden) masih jadi pembahasan," katanya.

Padahal, sebelumnya Menteri Keuangan mengaku sudah menyetujui usulan DPR tersebut. Persetujuan ini disampaikan Bambang seusai rapat mengenai perkembangan RUU JPSK dengan sejumlah menteri dan BI di kantor Wakil Presiden (Wapres), 18 Januari lalu.

Kalau mengacu draf RUU JPSK, penetapan bank berdampak sistemik tersebut dilakukan oleh otoritas pengawasan setelah berkoordinasi dengan BI. Selain itu, untuk meminimalisasi penggunaan dana publik maka penanganan bank dengan mengedepankan rencana penyehatan dan pemulihan (private solution) yang disusun oleh bank yang bersangkutan dan disetujui oleh OJK.

(Baca: Menkeu: Kami Tak Ingin Kasus 1998 dan 2008 Terulang)

Poin lain yang sudah disepakati pemerintah dan DPR adalah pemerintah mencabut pasal yang memberikan hak imunitas atau kekebalan hukum bagi pengambil kebijakan ketika terjadi krisis pada sistem keuangan. Persoalan ini merupakan pokok yang sering ditolak DPR dalam pembahasan RUU JPSK.

Sebelumnya, rapat kerja FKSSK dengan DPR yang digelar 30 November tahun lalu telah mengidentifikasi 409 Daftar Inventaris Masalah (DIM) dalam draf RUU JPSK. Dari jumlah tersebut, sebanyak 70 DIM tetap atau tidak ada persoalan. Sedangkan 23 persoalan masih ada masalah redaksional dan 1 masalah penjelasan. Sisanya sebanyak 315 DIM masih terganjal oleh masalah yang substansial.

Karena itu, FKSSK dan DPR sepakat membagi 409 DIM tersebut dalam sembilan kelompok masalah. Pembahasan DIM secara per kelompok ini dilakukan agar beleid tersebut nantinya mampu mengakomodasi semua persoalan yang mungkin timbul di kemudian hari. Dengan begitu, upaya pencegahan krisis bisa berjalan lebih baik dan tidak ada lagi bank yang mengalami kesulitan likuiditas hingga harus diselamatkan (bailout) pemerintah seperti zaman krisis tahun 1998 dan 2008.

Reporter: Desy Setyowati