Krisis 2008, BI Tambah Rp 15 Triliun ke Bank BUMN

KATADATA | Arief Kamaludin
KATADATA | Arief Kamaludin
Penulis:
Editor: Arsip
25/3/2014, 00.00 WIB

KATADATA ? Persidangan kasus Bank Century dengan terdakwa mantan Deputi Gubernur BI Budi Mulya kembali memunculkan perdebatan tentang adanya krisis atau tidak pada 2008. Pelaku industri perbankan dan beberapa ekonom sepakat pada 2008 krisis finansial memang nyata terjadi.

Ketua Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono bahkan menyatakan jika tidak krisis pada saat itu, Bank Indonesia tak mungkin menambah likuditas sebesar Rp 15 triliun untuk tiga bank BUMN.  

?Itu yang terjadi sehingga pemerintah harus menempatkan Rp 15 triliun untuk tiga bank BUMN. Kalau tidak ada apa-apa, mengapa BI menempatkan dana itu,? ujar Sigit Pramono dalam diskusi ?Bola Liar Kebijakan Bank Century: Kebijakan Penyelamatan dan Tanggapan Menyesatkan? di Jakarta, Selasa (25/3).

Ia menjelaskan ketika ada guncangan ekonomi, likuiditas perbankan semakin ketat. Dikhawatirkan hal itu memicu krisis. Menurutnya, masalah likuiditas lebih penting dibandingkan ukuran kredit macet (net performing loan/NPL). ?Likuiditas itu ibaratnya seperti serangan jantung. Tetapi NPL itu seperti kanker yang menyerang perlahan,? ujar Sigit.

Sebagai praktisi perbankan, Sigit memandang tindakan penyelamatan bank yang dilakukan pemerintah saat itu sudah benar. Kinerja perbankan secara umum pada 2008 memang membaik, tetapi tak semua bank memiliki kinerja bagus. Adanya isu penutupan bank pada saat suasana likuiditas yang ketat akan berbahaya. Karena adanya krisis itu, pemerintah kemudian menaikkan batas simpanan penjaminan dari Rp 100 juta menjadi Rp 2 miliar pada 2008. ?Berarti betul saat itu ada krisis,? tuturnya.

Halaman:
Reporter: Rikawati