PT Permodalan Nasional Madani atau PNM tengah dihadapkan dengan kewajiban yang terbilang besar. Hingga akhir tahun, perusahaan pembiayaan pelat merah ini memiliki utang jatuh tempo sebesar Rp 6 triliun.
Di antara jumlah tersebut, yang paling dekat adalah utang Obligasi Berkelanjutan II PNM Tahap I Tahun 2017 Seri A yang akan jatuh tempo 12 Juli 2020. Berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), obligasi ini memiliki nilai pokok Rp 750 miliar, dengan tingkat bunga 8,75%.
Direktur Utama PNM Arief Mulyadi mengatakan, untuk obligasi yang akan jatuh tempo bulan ini, perseroan harus menyediakan dana Rp 1,2 trilun untuk membayar para pemegang obligasi. Untuk membiayai pelunasan pokok dan bunga obligasi ini, PNM akan mengandalkan kas internal.
"Kondisi kas internal sudah membaik sejak Mei 2020, karena aktivitas ekonomi sudah kembali berjalan, meski lambat. Pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) juga berefek positif, karena beberapa nasabah sudah mulai mengangsur pinjamannya," kata Arief, kepada Katadata.co.id, Selasa (7/7).
Jika dikurangi dengan pelunasan obligasi ini, maka utang jatuh tempo PNM hingga akhir tahun menjadi sekitar Rp 4,8 triliun. Untuk membiayainya, PNM membidik sejumlah instrumen, mulai dari pinjaman perbankan, hingga penerbitan surat utang.
Dalam waktu dekat PNM akan merilis surat utang jangka menengah atau medium term notes (MTM), dan akan mencari pinjaman perbankan. Selain untuk melunasi utang, penggalangan dana ini juga dimaksudkan untuk mendorong penyaluran pembiayaan perseroan.
Meski demikian, Arief enggan mengungkapkan berapa nilai MTM maupun pinjaman perbankan yang dibidik. Ia hanya mengatakan, PNM menargetkan mampu memperoleh dana segar sebesar Rp 12 triliun hingga akhir tahun. Jumlah ini sudah termasuk penyertaan modal negara (PMN).
(Baca: Kas Terancam Minus, PNM Harap Pemerintah Segera Suntik Dana Rp 1,5 T)
Sebagai informasi, pemerintah akan menyuntik dana PMN tambahan kepada PNM sebesar Rp 1,5 triliun untuk pembiayaan kredit UMKM. Perseroan pada awal tahun telah diberikan PMN sebesar Rp 1 triliun.
Suntikan dana itu digunakan untuk memperbaiki struktur permodalan, dan meningkatkan kapasitas usaha perseroan dalam rangka mendukung pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKM).
“Rp 1 triliun ini sudah tinggal proses pencairan, sementara yang Rp 1,5 triliun tinggal menunggu Peraturan Pemerintah yang melandasinya,” kata Arief.
Ia pun optimistis bisnis PNM akan pulih di era normal baru ini, ditandai dengan tingginya penyaluran pembiayaan baru PNM. Sejak minggu ketiga Juni 2020, penyaluran pembiayaan baru perseroan rata-rata mampu mencapai Rp 140 miliar per hari. Ini hanya untuk nasabah program Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar).
Dengan dana yang akan dihimpun dari penerbitan MTN, pinjaman perbankan, dan suntikan PMN, perseroan optimistis tatal nasabah bisa mencapai 6,8 juta orang akhir tahun nanti.
"Meskipun di bawah target semula sebanyak 7 juta nasabah, saya pikir ini sudah pencapaian positif," ujarnya.
(Baca: PNM Salurkan Pembiayaan Baru Rp 6,7 Triliun hingga Mei, Turun 13%)