Otoritas Jasa Keuangan membuka peluang untuk memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit yang saat ini hanya berlaku satu tahun sejak aturan diterbitkan pada Maret 2020. Hal ini antara lain seiring meningkatnya pengajuan restrukturisasi kredit pada segmen non-usaha mikro, kecil, dan menengah.
Ketua Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan kebijakan restrukturisasi kredit berlaku selama satu tahun sejak Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11 Tahun 2020 yang mengatur program tersebut diterbitkan pada Maret 2020 lalu. Pihaknya tengah meninjau dan membuka peluang untuk memperpanjang kebijiakan ini.
“Keputusan paling lambat pada kuartal ketiga ini. Kami lihat angka-angka dan bagaimana perkembangan setiap sektor,” kata Wimboh dalam konferensi persnya virtual, Senin (13/7).
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menjelaskan, opsi perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit berdasarkan permintaan dan masukan dari 15 direktur utama perbankan nasional dalam pertemuan dengan OJK hari ini (13/7). Restrukturisasi kredit dinilai masih dibutuhkan perbankan dan sektor rill.
“Nanti keputusan perpanjangan ini kami putuskan pada waktu yang tepat,” ujarnya.
(Baca: Bank Terancam Gagal Bakal Dapat Suntikan Dana LPS, Ada Syarat Agunan)
Berdasarkan data OJK hingga 6 Juli 2020, terdapat 100 bank yang telah merealisasikan kebijakan restrukturisasi kepada 6,72 juta nasabah dengan total nilai outstanding mencapai Rp 769 triliun. Dari sisi jumlah, nasabah UMKM paling banyak mendapatkan restukturisasi dengan total nasabah sebanyak 5,41 juta. Sedangkan nasabah non-UMKM mencapai 1,31 juta.
Sementara dari sisi outstanding kredit, nasabah non-UMKM paling banyak mendapatkan restrukturisasi dengan nilai mencapai Rp 443 triliun. Adapun outstanding kredit UMKM tercatat sebesar Rp 326 triliun.
Meski perbankan melaksanakan restrukturisasi, OJK memastikan kondisi perbankan nasional masih tetap solid. Hal ini tercermin dari kondisi likuditas dan permodalan yang terjaga stabil. Rasio kecukupan modal atau CAR perbankan hingga akhir Mei tercatat mencapai 22,16 %, jauh di bawah batas minimal 8%. Perhimpunan dana pihak ketiga yang menjadi ukuran likuiditas tumbuh 8,87% mencapai 6.174,64 triliun.
(Baca: Wewenang Baru, Ini Skema Penempatan Dana LPS di Bank )
Rasio likuiditas lainnya, yakni alat likuid terhadap non-core (AL/NCD) perbankan berada di level 123,2 %. Rasio ini mengindikasikan ketersediaan aset likuid bank dalam menghadapi potensi penarikan dana pihak ketiga bukan jenis simpanan utama. Semakin besar rasio alat likuid yang dimiliki bank terhadap posisi NCD, maka semakin kecil risiko likuiditasnya. uiditas.
Peningkatan risiko kredit OJK juga masih dalam batas aman. NPL gross perbankan hingga Mei 2020 tercatat sebesar 3,01%, naik dibandingkan April sebesar 2,89%.