Revisi UU BI: Bentuk Dewan Moneter hingga Pengawasan Bank Dikembalikan

Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Ilustrasi. DPR tengah menyusun draf RUU Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
1/9/2020, 20.47 WIB

Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat tengah menyusun draf RUU Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Dalam draf RUU Inisiasi DPR tersebut, akan dibentuk dewan moneter yang membantu pemerintah dan bank sentral dalam menetapkan kebijakan moneter ke depan.

Berdasarkan draft RUU yang diterima Katadata.co.id, dewan moneter akan terdiri dari lima anggota yakni Menteri Keuangan, satu orang menteri yang membidangi perekonomian, Gubernur BI, Deputi Gubernur Senior BI, dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan.

Dewan Moneter diketuai oleh Menteri Keuangan dan bersidang sekurang-kurangnya dua kali dalam sebulan atau sesuai dengan kebutuhan yang mendesak. Dalam pembicaraan yang bersifat teknis, anggota dewan moneter berhak menunjuk penasehat ahli yang dapat menghadiri sidang dewan moneter.

Jika dipandang perlu, pemerintah dapat menambah beberapa orang menteri sebagai anggota penasehat kepada Dewan Moneter. Adapun sekretariat dewan moneter diselenggarakan oleh BI.

Keputusan dewan moneter nantinya diambil dengan musyawarah untuk mufakat. Apabila Gubernur tidak dapat memufakati hasil musyawarah dewan noneter, Gubernur BI dapat mengajukan pendapatnya kepada pemerintah. Tata tertib dan tata cara menjalankan pekerjaan dewan moneter ditetapkan oleh dewan moneter.

Selain pembentukan dewan moneter, draf revisi undang-undang tersebut juga mengatur keterlibatan pemerintah dalam keputusan rapat dewan gubernur yang diadakan setiap bulan. Pemerintah dapat mengirimkan perwakilan yakni seorang atau lebih menteri dibidang perekonomian yang memiliki hak bicara dan hak suara dalam rapat. 

Rapat dewan gubernur bulanan antara lain memutuskan arah suku bunga acuan Bank Indonesia. Sepanjang tahun ini, BI telah memangkas bunga acuan sebesar 2% untuk membantu pemulihan ekonomi seperti terlihat dalam grafik di bawah ini. 

Dengan adanya ikut campur pemerintah dalam menetapkan kebijakan moneter, pasal 9 dalam UU BI yang lama akan dihapus. Pasal tersebut mengatur independensi BI yantg berisi bahwa pihak lain tak dapat ikut campur dalam pelaksanaan tugas bank sentral. 

Melalui draf RUU ini, DPR juga ingin mengembalikan tugas pengawasan bank dari OJK ke BI. Pengalihan tugas pengawasan bank ini dilaksanakan selambat-lambatnya pada 31 Desember 2020. Sementara proses pengalihan akan dilakukan secara bertahap setelah memenuhi sejumlah syarat dan dilaporkan kepada DPR.

Tujuan bank sentral juga turut ditambah dalam RUU ini. Tujuan bank sentral yang semula  hanya menjaga inflasi dan kestabilan nilai rupiah diperluas menjadi mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang berkelanjutan.

Anggota Badan Legislasi DPR Hendrawan Supratikno mengatakan draft RUU tersebut merupakan rancangan awal. Dengan kata lain, draf ini belum mendapat masukan dari lembaga terkait.

Menurut dia, salah satu tujuan utama revisi RUU BI adalah mengatur ulang kerangka, esensi dan batas batas independensi bank sentral. "Jadi akan terus dimatangkan dengan menyerap aspirasi para pihak," kata Hendrawan kepada Katadata.co.id, Selasa (1/9).

 Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan belum pernah membahas draf revisi UU ini dengan DPR. Ia pun akan mengikuti proses pembahasan RUU ini di DPR.

"Kami belum pernah membahasnya, jadi kami lihat saja dulu ya. Kan itu proses peraturan legislasi ," ujar Sri Mulyani, Selasa (1/9), dikutip dari detik.com. 

Sri Mulyani sebelumnya sempat menyebut pemerintah tengah mempertimbangkan landasan hukum yang memadai bagi pelaksanaan wewenang LPS, BI, dan OJK dalam menjaga stabilitas sistem keuangan di tengah pandemi Covid-19. Namun, ia tak menjelaskan lebih jauh seperti apa format aturan hukum yang tengah dipertimbangkan pemerintah. 

Reporter: Agatha Olivia Victoria