Serapan Kredit Program PEN Bank BUMN 97,6%, Bank Mandiri Terbesar

ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/agr/foc.
Pekerja menyelesaikan produksi miniatur dari bambu di Desa Cimangenteung, Lebak, Banten, Rabu (8/7/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani menargetkan penjaminan kredit modal kerja untuk pelaku UMKM akan dilakukan selama 18 bulan atau hingga 2021 dengan total dana keseluruhan sebesar Rp100 triliun guna dapat mempercepat pemulihan ekonomi nasional bagi UMKM terdampak pandemi COVID-19.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
17/9/2020, 19.14 WIB

Realisasi penyaluran kredit dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dari perbankan pelat merah sudah mencapai 97,6% dari target yang diharapkan pemerintah. Realisasi ini tercapai dalam waktu tiga bulan. Dari empat bank BUMN yang mendapatkan tugas ini, Bank Mandiri yang menyalurkan paling banyak sedangkan Bank Tabungan Negara ( BTN) yang terkecil.

Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk menghadapi dampak negatif dari penyebaran Covid-19 terhadap ekonomi secara nasional. Beberapa kebijakan itu, melibatkan industri perbankan, terutama bank-bank milik negara yang tergabung dalam Himbara.

Kebijakan awal untuk merespons pandemi Covid-19 dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 13 Maret 2020 dengan mengeluarkan POJK no 11. Kebijakan tersebut untuk merelaksasi penetapan kualitas kredit dan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19, sesuai arahan Presiden Joko Widodo pada 9 Maret 2020.

Kebijakan lain yang dikeluarkan pemerintah yaitu terkait dengan penempatan dana di bank umum melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 70 yang dikeluarkan pada 22 Juni 2020. Program penempatan dana tersebut dalam rangka program PEN.

Untuk tahap awal, pemerintah menempatkan dana di bank-bank milik pemerintah dalam bentuk deposito senilai total Rp 30 triliun. Penempatan dana tersebut diharapkan mampu menjaga likuiditas perbankan karena bank harus menyalurkan kredit sebesar tiga kali lipat dari penempatan dana pemerintah tersebut.

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) mendapat jatah penempatan dana paling besar, yaitu masing-masing Rp 10 triliun. Sementara, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) masing-masing mendapatkan penempatan dana senilai Rp 5 triliun.

Penempatan dana tersebut dilakukan pemerintah sejak 25 Juni lalu dan diharapkan mampu disalurkan sebagai kredit tiga kali lipat dalam waktu 3 bulan. Artinya, Bank Mandiri dan BRI harus menyalurkan kredit masing-masing Rp 30 triliun, sementara BNI dan BTN masing-masing Rp 15 triliun hingga 25 September 2020.

Memasuki ujung dari target penyaluran kredit PEN pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Komisi XI pun menggelar rapat dengar pendapat dengan masing-masing bank pada Kamis (17/9). Anggota dewan menanyakan progres penyaluran kredit PEN tersebut.

Dari hasil paparan masing-masing bank, secara total Himbara telah menyalurkan kredit dari penempatan dana pemerintah lebih dari Rp 87,81 triliun. Artinya, hampir memenuhi target pemerintah dalam menempatkan dana PEN Rp 30 triliun untuk bisa dijadikan kredit sebesar tiga kali lipat menjadi Rp 90 triliun.

BRI

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) tercatat telah menyalurkan kredit senilai Rp 30 triliun kepada 695 debitur, sejak 7 Agustus 2020 dari program penempatan dana oleh negara. BRI menyatakan akan mengembalikan dana deposito pemerintah dalam bulan ini.

"Nanti 25 September deposito pemerintah kami kembalikan, meski kredit ada yang jangka waktunya 4 tahun. Nanti kami carikan duit," kata Direktur Utama BRI Sunarso.

Sunarso mengatakan 65% kredit program disalurkan kepada nasabah lama BRI. Alasannya, selain untuk program restrukturisasi, UMKM juga perlu mendapat tambahan modal kerja agar usahanya tidak berhenti dan terpaksa melakukan PHK.

Sementara, untuk program penjaminan kredit UMKM sesuai PMK 71, BRI telah menyalurkan tambahan modal kerja kepada UMKM sebesar Rp 3,64 triliun meliputi 6.091 debitur UMKM per 4 September 2020. Jumlah debiturnya terlihat banyak, karena nilai kredit modal kerja tambahan yang disalurkan untuk para debitur ini relatif kecil.

Dalam program ini, kredit modal kerja yang diberikan oleh BRI kepada nasabah UMKM dijamin oleh lembaga penjamin asuransi kredit seperti Askrindo dan Jamkrindo. "Premi penjaminannya dibayar oleh pemerintah seluruhnya," kata Sunarsno.

Selain itu, BRI telah menerima subsidi bunga dari pemerintah untuk disalurkan kepada UMKM berdasarkan PMK 85. BRI menerima subsidi bunga senilai Rp 1,96 triliun sebagai pembayaran bunga untuk penyaluran kredit kepada 7 juta nasabah.

BRI juga menyalurkan dana bantuan produktif usaha mikro senilai Rp 3,7 triliun kepada 1,5 juta penerima. Syarat usaha mikro mendapat dana ini, di antaranya sedang tidak dalam menerima kredit dan tidak memiliki simpanan lebih dari Rp 2 juta dalam tabungannya. "Ini tidak dicatat sebagai kredit karena ini memang bantuan. Fungsi BRI sebagai penyalur saja dan administrasi," kata Sunarso.

Penyaluran kredit dari BRI lainnya adalah sesuai dengan Permenko 15 yaitu kredit usaha rakyat super mikro dengan ukuran kredit yang diberikan maksimal Rp 10 juta. BRI sudah menyalurkan kredit senilai Rp 289,8 miliar kepada 33.719 debitur hanya dalam rentang waktu 7-11 September 2020.

"Saya kira ini penyerapannya akan cukup agresif, saya yakin, sepanjang tidak ada PSBB di mana-mana," kata Sunarso.

Dalam program ini, BRI tidak mendapatkan dana simpanan dari pemerintah karena likuiditasnya masih sangat longgar. Pemerintah hanya ikut campur tangan dalam KUR super mikro ini dengan membayarkan bunga sepenuhnya.

Implementasi program PEN lain yang dilakukan oleh BRI melalui penyaluran subsidi gaji sesuai dengan Permenaker 14 untuk pekerja yang bergaji di bawah Rp 5 juta. Subsidi gaji yang disalurkan melalui BRI nilainya mencapai Rp 1,5 triliun untuk 1,2 juta penerima.

"Jadi, total secara general, BRI menjadi mitra utama pemerintah dalam implementasi program PEN sebesar Rp 230,2 triliun," kata Sunarso.

BRI sudah melakukan implementasi kebijakan lain yaitu dengan restrukturisasi kredit bagi nasabah yang terdampak oleh Covid-19 sesuai dengan POJK 11. BRI sudah merelaksasi sebanyak 2,9 juta debitur dengan nilai mencapai Rp 189,1 triliun per 31 Agustus 2020. Dalam POJK itu, perbankan bisa meningkatkan kualitas kredit menjadi berstatus lancar alias tidak NPL setelah direstrukturisasi.

Bank Mandiri

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) sudah menyalurkan sebagai kredit kepada 78.759 debitur dengan nilai Rp 32 triliun. Kredit tersebut sudah lebih banyak dari target pemerintah saat menempatkan dana senilai Rp 10 triliun di Bank Mandiri untuk dapat disalurkan menjadi kredit sebanyak tiga kali lipat.

Plt Direktur Utama Bank Mandiri Hery Gunardi menjelaskan mayoritas kredit diberikan kepada UMKM yaitu sebanyak 78.728 debitur, sementara hanya 31 debitur yang non-UMKM. Meski secara jumlah debitur lebih sedikit, namun nilai kredit yang disalurkan kepada debitur non-UMKM nilainya mencapai Rp 18,5 triliun, sedangkan kepada UMKM hanya Rp 13,5 triliun.

Kredit ini disalurkan kepada debitur yang bergerak di sektor pengolahan, perdagangan, pertanian, kehutanan, dan konstruksi. Sementara untuk sebaran wilayah, senilai Rp 22,47 triliun untuk debitur di pulau Jawa, Rp 5,27 triliun di Sumatra, dan Kalimantan Rp 1,8 triliun.

Bank Mandiri juga telah melakukan restrukturisasi kredit kepada 521.257 debitur dengan nilai baki debet mencapai Rp 120,3 triliun. Penyalurannya juga sudah sesuai dengan POJK 11 yang diterapkan agar kualitas kredit ditetapkan lancar usai restrukturisasi.

Menurutnya, dalam beberapa bulan terakhir ini permohonan restrukturisasi kredit sudah melandai. Tapi, masih ada tantangan yang harus dihadapi karena penerapan PSBB jilid II oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak 14 September 2020.

Penerapan PSBB di Jakarta ini diprediksi bisa mempengaruhi kinerja usaha nasabah-nasabah Bank Mandiri. "Harapannya (PSBB) tidak terlalu lama, sehingga tidak membawa kemungkinan meningkatnya permohonan restrukturisasi di industri perbankan," kata Hery.

Sebelumnya, Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin mengungkapkan target restrukturisasi kredit hingga akhir tahun ini mencapai Rp 140-150 triliun.

BNI

PT Bank Negara Indonesia (persero) Tbk (BBNI) telah menyalurkan kredit senilai Rp 16,39 triliun kepada 63.573 debitur dari penempatan dana pemerintah dalam program PEN. Realisasi ini sudah melampaui harapan pemerintah yakni tiga kali nilai penempatan dana negara atau Rp 15 triliun.

Direktur Utama BNI Royke Tumilaar menjelaskan berdasarkan segmentasinya, kredit PEN ini mayoritas diberikan kepada segmen kecil dengan nilai kredit Rp 10,75 triliun kepada 63.530 debitur. Kredit PEN yang disalurkan kepada pelaku usaha segmen menengah hanya Rp 812 miliar dari 20 debitur.

"Sektor-sektor yang menjadi tujuan ekspansi kredit kecil dan menengah adalah perdagangan, pertanian, jasa, industri pengolahan, konstruksi, pengakutan, listrik dan air, dan pertambangan," kata Royke.

BNI juga menyalurkan kredit PEN ini bagi segmen korporasi dengan nilai kredit Rp 4,82 triliun kepada 16 debitur. Royke menjelaskan ekspansi kredit ke segmen ini fokus kepada industri yang berorientasi ekspor dan padat karya, termasuk industri terkait dengan ketahanan pangan.

Sektor yang menjadi fokus utama penyaluran kredit PEN ini adalah perdagangan yaitu sebesar 40%. Lalu, sektor pertanian sebesar 27%, jasa sebesar 19%, industri pengolahan sebesar 9%, konstruksi sebesar 3%, dan pengangkutan sebesar 2%. Sementara sektor listrik, gas, dan air sebesar 0,1% dan pertambangan 0,1%.

Menurut Royke, dalam program PEN ini BNI juga mendapatkan tugas menyalurkan subsidi bunga. BNI telah menyalurkan kepada 154 ribu rekening nasabah dengan nilai total mencapai Rp 208 miliar. Subsidi bunga ini diberikan kepada debitur kredit usaha rakyat (KUR) senilai Rp 192,2 miliar, sementara untuk segmen non-KUR senilai Rp 15,7 miliar.

Sementara untuk restrukturisasi debitur terdampak Covid-19, BNI telah merealisasikan restrukturisasi dengan baki debet senilai Rp 121,2 triliun. Catatan tersebut, merupakan 97,7% dari potensi restrukturisasi kredit yang ada.

BTN

PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) sudah menyalurkan sebagai kredit senilai Rp 9,42 triliun kepada 34 ribu debitur per 31 Agustus 2020 dalam program penempatan dana pemerintah senilai Rp 5 triliun. BTN ditargetkan mampu menyalurkan kredit senilai Rp 15 triliun pada 25 September mendatang.

BTN tercatat menyalurkan kredit PEN ini dalam bentuk kredit pemilikan rumah subsidi dengan nilai mencapai Rp 3,13 triliun kepada 22,45 ribu kreditur. sementara, penyaluran melalui skema KPR non-subsidi mencapai Rp 2,46 triliun kepada 9,66 debitur.

Sementara dalam bentuk kredit komersial, BTN menyalurkan senilai Rp 1,81 triliun kepada 1,96 ribu debitur. Sisanya kredit BUMN senilai Rp 2,02 triliun kepada 22 debitur.

"Kami melihat penempatan dana PEN ini membantu untuk bisa menurunkan tingkat bunga di pasar dan membantu dari sisi likuiditas karena LDR BTN pada waktu itu termasuk yang tinggi," kata Direktur Utama BTN Pahala N Mansury.

Pahala mengatakan bahwa BTN berkomitmen memenuhi target penyaluran kredit Rp 15 triliun hingga akhir September ini. Berdasarkan proyeksinya, sebesar Rp 5,26 triliun disalurkan untuk KPR subsidi, Rp 4,5 triliun untuk kredit BUMN, Rp 2,85 triliun untuk KPR non-subsidi, dan Rp 2,4 triliun untuk kredit konstruksi.

"BTN berkomitmen bisa menyalurkan dana penempatan uang negara sebesar 3 kali lipat dari apa yang ditempatkan di kami sampai dengan posisi akhir September nanti," kata Pahala.

Di luar penyaluran kredit PEN, BTN telah memberikan restrukturisasi kredit kepada 286,6 ribu debitur dengan baki debet mencapai Rp 50,1 triliun per Agustus sesuai dengan POJK 11. Restrukturisasi ini dilakukan guna mendukung pemulihan ekonomi nasional.

Mayoritas jumlah debitur yang direstrukturisasi mayoritas berasal dari sektor non-UMKM sebanyak 285,73 debitur dengan nilai total Rp 48,89 triliun. Sementara debitur UMKM yang direstrukturisasi sebanyak 035 dengan nilai Rp 1,2 triliun.

BTN memang mayoritas memberikan restrukturisasi kepada debitur yang merupakan pegawai swasta sebesar 55% dari total debitur restrukturisasi. Sementara untuk pola restrukturisasi, sekitar 60% diberikan diskon, Penjadwalan Ulang Sisa Pinjaman (PUSP), dan Penjadwalan Ulang Sisa Tunggakan (PUST)

"Puncak restrukturisasi ini ada di Mei, dengan total tambahan kredit yang direstrukturisasi mencapai kurang lebih sekitar Rp 10,8 triliun," kata Pahala.