Pemerintah telah mengucurkan anggaran sebesar Rp 128,53 miliar hingga 11 November 2020 untuk membayarkan premi asuransi petani dan peternak. Harapannya, kepastian pendapatan petani dan peternak akan terjaga di tengah pandemi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memerinci, anggaran tersebut terdiri dari Rp 116,3 miliar untuk premi asuransi atas 807,8 ribu hektar sawah padi dan Rp 12,23 miliar untuk premi asuransi atas 76 ribu ekor sapi. "Ini langkah signifikan dan akan ditingkatkan," ujar Sri Mulyani dalam Jakarta Food Security Summit atau JFSS-5, Rabu (18/11).
Menurut dia, subsidi premi kepada petani diberikan sebesar 80%. Setiap hektar yang diasuransikan petani di setiap musim tanam, disubsidi Rp 144 ribu. Adapun nilai tanggungan yang diterima petani dari asuransi sebesar Rp 6 juta per hektar per musim.
Selain itu, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menyebutkan bahwa terdapat pula subsidi pupuk sebesar Rp 29,7 triliun atau 8,9 juta ton. "Angka tersebut meningkat dari 2019 tetapi kenaikan akan tetap sesuai target dan ditujukan kepada petani yang membutuhkan subsidi," kata dia.
Untuk para peternak, bantuan premi diberikan sebesar Rp 160 ribu per ekor. Sementara itu, nilai tertanggungan yang diterima untuk sapi dan kerbau sebesar Rp 10 juta..
Tak hanya bantuan premi asuransi, Sri Mulyani menyampaikan bahwa petani, peternak, dan nelayan juga dapat memperoleh kredit dengan suku bunga hanya 6% melalui program Kredit Usaha Rakyat. Dengan begitu, mereka bisa meningkatkan usahanya di tengah Covid-19.
Di sisi lain, menurut Sri Mulyani, terdapat pula 7,3 juta petani dan nelayan yang mendapatkan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa. Angka tersebut merupakan 92% dari keseluruhan penerima BLT di tingkat perdesaan yang mencapai lebih dari 8 juta orang.
Bendahara Negara mengingatkan pula belanja pemerintah juga terus digenjot untuk memperluas dukungan terhadap petani dan nelayan. Salah satunya,melalui pengembangan food estate di beberapa wilayah Indonesia. "Semua ini masuk APBN Rp 104,2 triliun pada 2021," ujarnya.
Ketua Komtap Ketahanan Pangan Franciscus Welirang mengapresiasi pemerintah yang sudah mulai memberikan subsidi asuransi kepada petani dan peternak. Namun, hal tersebut dirasa belum cukup.
Menurut dia, kebijakan fiskal dalam pertanian selama ini belum pernah menyentuh usaha pascapanen. "Seolah-olah itu urusan petani saja," kata Franciscus dalam kesempatan yang sama.
Adapun usaha pertanian pascapanen yang dimaksud seperti pencucian mesin hingga packaging yang saat ini masih terkena Pajak Pertambahan Nilai. Franciscus berharap usaha pascapanen bisa dibebaskan PPN.
Sebelumnya, pemerintah telah menurunkan tarif PPN untuk produk pertanian tertentu dari 10% menjadi 1%. Kebijakan tersebut bertujuan meminimalisasi dampak negatif pandemi Covid-19 kepada petani.
Produk pertanian yang memperoleh fasilitas tersebut, yakni barang hasil perkebunan, tanaman pangan, tanaman hias dan obat, hasil hutan kayu, serta hasil hutan bukan kayu. "Untuk menggunakannya petani hanya perlu memberitahukan kepada direktorat jenderal pajak terkait penggunaan mekanisme nilai lain tersebut pada saat menyampaikan SPT Masa PPN”, tulis Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu dalam keterangan resminya, Jakarta (4/8).
Sektor pertanian bergerak melesat ketika pandemi. Ekspor dari sektor ini pun menunjukkan tren yang cenderung meningkat sejak Mei 2020 setelah pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Pada Oktober 2020, nilai ekspor dari sektor pertanian sebesar US$ 420 juta, seperti terlihat dalam databoks di bawah ini.