Gubernur BI Beri Perhatian Khusus atas Rendahnya Inflasi di Januari

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/pras.
Pengendara melintas dengan latar belakang gedung-gedung bertingkat di kawasan Jakarta Pusat, Sabtu (2/1/2021).
9/2/2021, 16.47 WIB

Bank Indonesia menyoroti secara khusus inflasi Januari 2021 yang tercatat 1,55% secara tahunan atau menurun 2,68% dari pertumbuhan inflasi pada periode sama tahun sebelumnya. Gubernur BI  Perry Warjiyo menilai pertumbuhan inflasi ini masih terlalu rendah sehingga harus menjadi perhatian.

"Inflasi terlalu rendah karena permintaan masih lemah dan daya beli masih lesu," kata Perry dalam rapat kerja bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa (9/2).

Perry memperkirakan inflasi ke depannya masih bisa lebih meningkat tanpa mengurangi stabilitas sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi. Maka dari itu, dirinya optimistis inflasi tahun ini masih akan sesuai target yakni berada di antara 2%-4%.

Orang nomor satu di bank sentral tersebut mengatakan bahwa perbaikan ekonomi saat ini terus berlanjut. "Namun seberapa cepat akan sangat bergantung pada vaksinasi, penanganan, dan disiplin Covid-19," ujarnya.

Anggota Komisi XI DPR Misbakhun mengingatkan bahwa inflasi yang terlalu rendah bisa berbahaya bagi pertumbuhan ekonomi. "Hal ini mengingat daya beli masyarakat akan menyumbang konsumsi yang merupakan 57% penopang struktur Produk Domestik Bruto kita," ujar Misbakhun dalam kesempatan yang sama.

Dia menyarankan pemerintah dapat mendorong masyarakat untuk melakukan ekspansi belanja. Di sisi lain pemerintah dianggap perlu mendalami penyebab penurunan daya beli masyarakat yang kemungkinan karena turunnya kemampuan daya beli.

Dia menyebutkan bahwa jika kemampuan daya beli masyarakat yang menurun, berarti pendapatannya yang berkurang. "Situasi ini harus bisa ditangani dengan cepat," kata dia.

Berdasarkan Survei Pemantauan Harga BI pada minggu pertama Februari 2021, perkembangan harga pada bulan ini kemungkinan akan terjadi deflasi sebesar 0,01% secara bulanan.  Dengan perkembangan tersebut, perkiraan inflasi Februari 2021 secara tahun kalender sebesar 0,25%, dan secara tahunan sebesar 1,26%.

Penyumbang utama deflasi yaitu telur ayam ras sebesar 0,05% secaar bulanan, daging ayam ras sebesar 0,03%, bawang merah, tomat, air kemasan dan emas perhiasan masing-masing sebesar 0,01%. Sementara itu, komoditas yang menyumbang inflasi pada periode laporan berasal dari komoditas daging sapi, cabai merah dan cabai rawit masing-masing sebesar 0,01%.



Badan Pusat Statistik sebelumnya mencatat, inflasi pada Januari 2021 mencapai 0,26% dibandingkan bulan sebelumnya. Inflasi disumbang oleh kenaikan harga bahan pangan, seperti cabai merah, ikan segar, dan tempe, hingga tarif tol. "Dengan inflasi bulanan sebesar 0,26%, maka tingkat inflasi tahunan pada Januari mencapai 1,55%," ujar Kepala BPS Suhariyanto dalam Konferensi Pers, Senin (1/2).

Suhariyanto menjelaskan, tingkat inflasi pada Januari secara bulanan maupun tahunan lebih rendah dibandingkan Desember maupun Januari 2019. Inflasi pada Desember tercatat 0,45% secara bulanan dan 1,68% secara tahunan. Sementara inflasi Januari 2019 sebesar 0,39% secara bulanan dan 2,28% secara tahunan.

"Dampak Covid-19 masih belum mereda dan membayangi perekonomian banyak negara, termasuk Indonesia. Mobilitas berkurang, roda ekonomi bergerak lambat. Ini berpengaruh ke pendapatan dan permintaan." kata Suhariyanto.

Seluruh kelompok pengeluaran mengalami inflasi, kecuali pada kelompok transportasi yang deflasi 0,01%. Kelompok makanan, minuman, dan tembakau mencatatkan inflasi tertinggi 0,81% dengan andil 0,21%. "Ada beberapa komoditas yang memberikan andil inflasi yakni cabai rawit 0,08%, ikan segar 0,04%, tempe 0,03%, dan tahu mentah 0,02%," katanya.

Reporter: Agatha Olivia Victoria