Holding BUMN Ultra Mikro Direstui, BRI akan Right Issue Kuartal III

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/wsj.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengikuti rapat kerja membahas holding ultra mikro dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (18/3/2021).
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Yuliawati
18/3/2021, 20.37 WIB

Pembentukan induk usaha atau holding BUMN ultra mikro mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dan Komite Privatisasi. Rencana pembentukan induk usaha itu ditargetkan rampung pada kuartal III-2021.

“Kami sudah sosialisasi dan mendapatkan persetujuan ini,” kata Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir saat menghadiri rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI yang ditayangkan secara virtual di Jakarta, Kamis (18/3).

Pembentukan holding yang dipimpin oleh PT Bank Rakyat Indonesia Tbk ini dilakukan melalui skema penambahan modal melalui hak memesan efek terlebih dahulu alias rights issue.

Di tempat yang sama, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menjelaskan, nantinya BRI bakal menerbitkan saham baruyang dieksekusi oleh pemerintah dengan menyetorkan modal non-tunai. Pemerintah yang saat ini memiliki 56,75% saham BRI, menyetorkan kepemilikan saham seri B di PT Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM) kepada BRI.

"Rights issue BRI nantinya diikuti oleh pemerintah dengan cara menyetorkan saham seri B negara dalam kepemilikan di Pegadaian dan PNM," kata Tiko.

Meski nantinya 99,9% saham Pegadaian dan PNM bakal dimiliki oleh BRI, namun pemerintah tidak kehilangan kendali atas kedua perusahaan tersebut. Pemerintah akan mempertahankan satu lembar saham seri A dwiwarna di Pegadaian dan PNM.

"Sehingga, secara kontrol, pemerintah masih memiliki kontrol atas Pegadaian dan PNM secara langsung melalui saham dwiwarna yang ada di situ," katanya.

Transaksi pengalihan kepemilikan kedua perusahaan tersebut dilakukan dengan menggunakan penilaian independen Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) yang menentukan nilai wajar (fair value) atas nilai saham Pegadaian dan PNM sesuai ketentuan pasar modal yang berlaku.

Usai rights issue dilakukan oleh BRI ini, nantinya pemerintah tetap menjadi pengendali BRI dengan porsi kepemilikan sekitar 56,75% hingga 60% dari seluruh saham. Sedangkan publik, diperkirakan memegang antara 40% hingga 43,25% saham BRI.

Lalu, BRI memiliki 99,9% saham Pegadaian dan PNM, di mana ada satu lembar saham seri A dwiwarna yang dimiliki pemerintah di masing-masing perusahaan.

Gaji Pegawai Pegadaian dan PNM Bisa Naik

Dalam rapat kerja tersebut, Tiko mengatakan dengan bergabungnya Pegadaian dan PNM dalam holding ultra mikro yang dipimpin BRI, bisa membuat kedua perusahaan tersebut melakukan efisiensi. Efisiensi tersebut berupa penurunan biaya dana (cost of fund) dan penghematan pembukaan kantor cabang.

Tiko mengatakan, saat ini biaya dana di Pegadaian mencapai 6%-7%, sedangkan PNM mencapai 9%-10%. Tingginya rasio biaya dana tersebut disebabkan, sumber utama pembiayaan kedua perusahaan tersebut saat ini berasal dari pasar modal.

"Tentunya dengan nanti terbentuknya holding, pembiayaan ini sebagian besar didukung funding dari DPK (dana pihak ketiga) di BRI. Tentu cost of fund dari PNM dan Pegadaian bisa turun cukup signifikan," ujar Tiko.

Dengan penurunan biaya dana di kedua perusahaan tersebut, Tiko menilai hal ini bisa langsung diteruskan kepada nasabah dalam bentuk pembiayaan dengan bunga yang lebih rendah. Selain itu, dengan efisiensi ini, profitabilitas Pegadaian dan PNM bisa tumbuh di tahun-tahun mendatang.

Kenaikan profitabilitas ini yang diyakini Tiko dapat semakin menyejahterakan karyawan di masing-masing perusahaan. "Pegadaian dan PNM bisa menikmati kenaikan laba, yang nanti bisa di pass on kepada benefit dari karyawannya," kata Tiko menegaskan.

Holding Ultra Mikro Tingkatkan Agregasi UMKM

Pada kesempatan lain, Direktur Lembaga Layanan Pemasaran Koperasi dan Usaha kecil Menengah (LLP-KUKM) atau Smesco Indonesia, Leonard Theosabrata menyampaikan pembentukan holding BUMN ultra mikro ini sangat relevan untuk meningkatkan agregasi pelaku usaha UMKM di masa pemulihan ekonomi nasional saat ini.

Ia menilai, saat ini agregasi pelaku UMKM khususnya segmen mikro masih sangat rendah. Padahal, pelaku mikro membutuhkan agregasi sehingga skala ekonomi produksinya dapat lebih baik untuk menjawab potensi pemulihan ekonomi tahun ini.

"Ultra mikro ini harus diagregasi, kalau mereka kecil-kecil dan terpisah terus maka akan selalu sulit dapat pembiayaan lebih besar," kata Leonard beberapa waktu lalu.

Menurutnya, pembentukan holding yang dipimpin oleh BRI akan sangat memantik optimisme pelaku UMKM. Alasannya, BRI cukup berhasil dalam memberi pendampingan dengan beban pinjaman yang sangat terjangkau. Bahkan sebagian besar kredit usaha rakyat disalurkan oleh BRI, dan pelaku UMKM sudah mampu naik ke kelas yang lebih baik tanpa perlu memberatkan fiskal negara.

Pelaku UMKM saat ini dinilai membutuhkan pendampingan yang mampu membawa go digital. Pembiayaan tanpa pendampingan go digital, dinilainya justru tidak banyak membantu pemulihan operasional pada 2021 ini.

"Kami pun juga sebenarnya mencoba untuk terus mendorong pelaku UMKM memanfaatkan platform digital agar mereka mendapat akses pasar lebih luas," katanya.

Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Gerindra Andre Rosiade menyampaikan penggabungan ketiga perusahaan BUMN tersebut dapat mempermudah aksesibilitas masyarakat terhadap pembiayaan dengan bunga rendah hingga ke wilayah pelosok Tanah Air.

"Bunga pembiayaan mikro nantinya lebih murah. Kami yakin holding ini mampu meningkatkan akses pembiayaan hingga ke pelosok negeri," kata Andre.

Andre pun yakin praktik aksi korporasi kali ini lebih sehat lantaran melibatkan BRI yang sudah melantai di Bursa Efek Indonesia. Harapannya, holding ini tidak hanya sebatas aksi korporasi semata, tetapi juga akan bisa memberikan dampak nyata bagi masyarakat, utamanya masyarakat kecil.

Lebih lanjut, Andre menjelaskan selama ini pelaku usaha mikro kerap terkendala akses permodalan yang membuat mereka tak punya pilihan hingga akhirnya terpaksa berhubungan dengan rentenir. "Kita tahu rentenir bisa menarik denda sesuka hati bahkan menyita aset usaha. Akhirnya pelaku usaha yang terpaksa meminjam ke rentenir terjebak dalam lingkaran setan," ujar Andre.

Reporter: Ihya Ulum Aldin